Wednesday, December 27, 2006

Episode 5: Ke Bandara

"Asu!!!" Dodo terpekik. Nyaris saja dia menjadi dendeng kalo saja Yaka tidak berhasil menghindar dari truk gandeng itu.
"Ka... nyetir pake mata dong ka.. " suaranya masih bergetar..
"Sorry sorry Do, tadi gw ngelamun.." Yaka merasa bersalah. "Lo ga papa kan?"
"Ga papa apanya? Coba kalo gw jadi dendeng gimana?"

Ingin sekali Yaka bilang "kayaknya enak.." Tapi dia sadar, bukan saat yang tepat untuk becanda.

"Udah Ka.. jalan. Si Ega jangan-jangan udah landing lagih.."
"Jalan kemana? Nah tuh depan udah pengkolan Do?" Yaka tidak mengerti apa yang dikatakan temannya ini..
"Ya Allah, Yaka... Pan gw dah SMSin lo kemaren!!! Ega pulang hari ini...!!" emosi Dodo mulai meninggi lagi..
"SMS?... Ega..? Ehmm.."
"Shit!! Sorry Do, gw lupa!! Ya udah kita ke sana sekarang.." Yaka memacu mobilnya dengan cepat..

Emosi jiwa Dodo bergejolak. Sepanjang perjalanan, tak hentinya dia menghujat temannya itu..

"Do.. udahan dulu marahnya. Ini udah nyampe"
"Eh, panjang juga yah gw ngomelnya..?" Dodo cengar-cengir sendiri. Ia lalu menghambur keluar mobil. Rasa rindunya sudah tidak tertahan lagi.

Yaka mencoba mengimbangi Dodo. Tapi orang setenar dia, mana mampu melakukannya? Baru berapa meter berlari, dia sudah terhadang penggemar yang mengerubutinya. Yaka tak dapat berbuat apa-apa. Baginya, seorang penggemar adalah Raja. Ya, raja laron, karena beberapa detik kemudian, dia sudah tenggelam di kerumunan manusia.

Selesai.

Yaka meraih handphone di kantongnya. Mencari sebuah nama. Dodo. Yes.

Shit! Veronica lagih!

"Sorry, Yaka yah?" seseorang menepuk bahunya dengan lembut.

Euggghh.. siapa lagi siii? Jangan sekarang doong.
Eh, penggemar adalah Raja Ka...
Yea right, Raja laron..


Yaka sudah lelah. Ia bertarung dengan batinnya sendiri. Tapi sifat baiknya masih saja berjaya. Mau tidak mau, suka tidak suka, ia menoleh.


-**-

Episode 4: GA 816

"Jangaan!!!!" teriaknya. Keringat mengucur dari wajahnya.

"Are you OK, honey?"
"I'm fine. Cuma mimpi buruk kok." wanita itu menyeka keringatnya. Ada kekhawatiran di raut wajahnya.

Semoga ga terjadi apa-apa. Dia merapikan lagi ikatan rambutnya.

Para penumpang yang terhormat,
Sesaat lagi kita akan mendarat di Bandara Sukarno Hatta
Harap pasang sabuk pengaman Anda.


Ia mulai mengenakan seatbelt, saat matanya tertuju ke MP3 playernya. Tak disadari, earphone telah terlepas dari kupingnya. Pantas tidak terdengar apa-apa. Mp3 player itu sudah berhenti. Mungkin sudah sampai lagu terakhir. Ia memilih lagu yang disukanya, dan memejamkan mata. Menghayati lagu yang tengah mengalun lirih...

Biar aku yang pergi
Bukan lelah menanti
Namun apa artinya
Cinta pada bayangan?



-**-

Wednesday, December 20, 2006

Episode 3 : Bisma Rayaka

Dari balik mobil, dia melihat manusia itu berlari ke arahnya..

"Kaaaaaa"

Hmm.. masih semlohay aja tuh anak.

Jendela mobilnya diketuk. Serta merta disentuhnya tombol power window.

"Halo om.. Boleh dong kita numpang? Sampe pengkolan sana.." sebuah pertanyaan yang penuh dengan godaan.
"Duh, saya butuhnya dua orang. Kamu ada satu lagi?"
"Deeh, emangnya akika joki Three in One?"
"Hahahhaha.." dia tertawa terbahak. Ada sedikit kerinduan yang terpancar dimatanya. "Masuk Do!"

Mereka berdua bersalaman. Berpelukan. Layaknya Tinky Winky yang bertemu dengan Po.

"Yakaaa!!! Gila yah. Masuk mobil lo aja gw harus jual diri dulu.." ujar Dodo meledek.
"Hahahaha.. Pa kabar Do? Ni perut makin six pack aja..."

"Heem.. ngeledek.." jawabnya sambil melihat kiri kanan. Mencari seonggok cemilan yang dapat diganyang. "Baik-baik.. Elo gimana Ka..?"
"Baik" jawabnya dengan senyuman.
"Bego. Pasti baiklah. Bisma Rayaka. Artis top ibu kota. Pemenang Panasterik Award gitu loh.." Dodo mulai mendapatkan yang dicari.
"Kenapa, saudara Ridho? Ingin jadi artis juga?" kali ini Yaka sudah bisa mengimbangi Dodo. "Jangan diabisin cepet-cepet.. Itu cemilan terakhir di mobil ini loh, Do..,"
"Emangnya lo bisa bikin gw jadi artis?" suaranya tertahan oleh makanan yang menyumpal mulutnya. "Ada nasi gak?"

Yaka tertawa. Dodo paling bisa mencairkan suasana. Tatapannya sekarang kembali ke padatnya jalanan ibu kota. Tapi tidak dengan pikirannya. Mengembara melalui ruang waktu. Kembali ke masa lalu.

Udahlah, Do. Masak gitu aja nangis? Udah gede kan...
Tega lo Ga ninggalin gw.
Kan ada gw juga, Do.
Beda Ka. Beda.
Gaaaa awas loo gaaaa.....
Gaaaa awas loo gaaaa.....
Gaaaa awas loo gaaaa.....
Gaaaa awas loo gaaaa.....


"Kaaaaa awas kaaaa!!!!!"

-**-

Tuesday, December 19, 2006

Episode 2: Memori di Persimpangan Jalan

"Hh.. hh..."

Ya Allah.. jangan ambil dulu nyawa Dodo. Dia terengah-engah. Rasanya seperti mendekati ajal. Dodo mencoba mencari-cari angkutan yang biasanya lewat. Entah mengapa hari ini seolah semua mahluk kompak tidak mau bekerjasama dengannya.. Dilihatnya kendaraan yang lewat dengan seksama.. Akhirnya ada juga satu angkot yang berhenti. Menurunkan satu penumpang. Semangatnya kembali membara.

"Bang, lewat Kalideres kagak?" tanyanya.
"Udah penuh! Kagak muat berdua..",, sang supir angkot menjawab ketus
"Tap.." Dodo heran. Diilhatnya kiri dan kanan. Tidak ada calon penumpang lain di situ.
Sayangnya mobil merah itu keburu melaju..
"Woooi Sialaan!!!" Dodo ingin mengejar. Tapi apa daya bokong besar menghalanginya untuk berlari lebih cepat.

Dia letih.. keringatnya mengucur deras. Ada rasa sesal baginya, mengapa hari ini dia harus merusak sistemnya sendiri. Bangun pagi. Pikirannya menerawang jauh..

Kenapa lo harus pergi, Ga? Pan kagak ade yang nemenin gw maen PS lagi?
Lah kan ada Yaka, Do....
Udahlah, Do. Masak gitu aja nangis? Udah gede kan...
Tega lo Ga ninggalin gw.
Kan ada gw juga, Do.
Beda Ka. Beda.
Sorry yah, Do, Ka. Gw harus pergi sekarang.
Ga, ntar kalo Dodo ngambek terus gimana?
Gw titip Dodo ke elo ya, Ka?
Ya udah d. Ati ati, Ga....
Gaaaa awas loo gaaaa.....

Ada air di pelupuk mata Dodo. Entah, air mata, entah keringat yang tersisa. Di persimpangan itu, 7 tahun yang lalu, meninggalkan suatu jejak di hatinya. Memori yang tampaknya tidak bisa hilang darinya. Tidak, tidak ingin hilang tepatnya.

"Do!!!!".
Teriakan itu menyentakkan lamunannya. Dodo menoleh. Matanya membulat.


-**-

Episode 1: Dodo


5.30.
Gdubrak!!

Waktu yang tepat untuk menikmati dahsyatnya ciptaan Tuhan. Mendengar kicau burung yang bernyanyi jenaka, dan hangatnya mentari di pagi hari. Tapi, Oh Tuhan, mengapa tidak untuk pagi ini?

"Ngapain lo do..?"
"Eh enyak.. hehhehehe.. Ini cuman kepentok lemari." Dodo meringis kesakitan.
"Duile do.. Lemari masak kepentok lemari...??"

Dodo. Tokoh kita yang satu ini emang bisa dikatakan mirip sekali dengan arca yang berada di keraton Yogyakarta. Jika arca di sana itu suatu hari nanti rusak. Dodo adalah kandidat utama yang dicalonkan untuk menggantikan simbol penjaga keraton itu.

Pagi itu bisa jadi suatu hari yang bersejarah buatnya. Mm.. mungkin juga bagi pihak MURI yang ingin memberikan predikat "Pria termalas yang bangun terpagi". Saat para maling sedang kembali ke alamnya, dia sudah sibuk menimba air. Ga lupa pula memberi makan lele kesayangannya dengan makanan yang istimewa. "Dodo Bakery. Presh prom Open, Eggggh ><" begitu biasanya.

"Nyaak aye brangkat nyaak!!" teriaknya setengah tergesa. Kalo saja sang ibu bukanlah wanita berhati malaikat. Sudah dikutuknya Dodo jadi batu, eh arca.
"Lu kagak makan do??" tanya enyak.
"Gampang deh nyaaaak.. Masi ade cadangan di perut belah kiriiii!!!....." suaranya menghilang seiring dengan badan besarnya yang mulai menjadi titik kecil.


-**-