Thursday, December 30, 2010

Episode 27: Song For You

I've been so many places in my life and time
I've sung a lot of songs, I've made some bad rhyme
I've acted out my life in stages with ten thousand people watching
But we're alone now and I'm singing this song for you


Suara berat Michael Buble mengalun dari telepon genggam Yaka. Nama Kayla terpampang di layarnya.

Click.
“Pagi, mas Bisma,” terdengar sapa ramah suara lembut di seberang sana.
....
“Halo?” ulangnya lagi.
“Eh.. pagi, Kay. Yakanya masih tidur tuh,” Dodo akhirnya membuka suara, setelah tersentak dari lamunannya. Ia tak pernah menyangka akan bicara dengan gadis yang menjadi bahan gosip semalam, secepat ini.
....
“Halo?” ulangnya lagi.
“Eh, Do. Kamu di situ?” tanya Kayla.
“Iya, Kay,” jawab Dodo sekenanya. Jantungnya berdentam keras tak keruan. “Ada pesan untuk Yaka? Biar nanti aku sampein,”
“Oh.. ehm.. Oh ya, mas Kiki kayaknya hari ini ga bisa ikut jumpa fans di Margo City. Dia kena flu berat,” terang Kayla.
“Oh.. OK. Nanti aku sampein deh,” jawab Dodo singkat.
“........” cukup lama terjadi kehampaan.
“Do,” “Kay,” ujar mereka bersamaan.
“Hehehehe. Kenapa Do?” Kayla bertanya.
“Ladies first deh,”
“Ehmm.. ga jadi. Bukan apa-apa. Sekarang kamu,”
“Oh.. cuman bilang, masih ada pesan lagi ga?” tanya Dodo. Sejenak kemudian ia menggigit bibirnya sendiri, seolah menyesali pertanyaan bodohnya itu.
“Engga koq. Kalo gitu udah dulu yah, Do.”
“OK,”
“Bye,” Click. Tut tut tut tut tut...

Click. Dodo menekan tombol disconnect. Kemudian ia menghela napas panjang. Ada sedikit trauma di hatinya atas segala keanehan yang ada di diri Kayla, dan perlakuan Kayla kepadanya. Ada pula rasa sesal, mengapa rasa ini hinggap di dadanya. Rasa yang tak dapat terdefinisi oleh kata manis, pahit, asin, ataupun gurih. Rasa yang kerap membuat hati tergetar teriris perih. Cinta.

Ia membuka kembali telepon genggam Yaka, mencari lagu yang menjadi ringtone tadi, dan memutarnya. Kemudian ia berbaring kembali di sisi Yaka, menghabiskan waktu dengan melamun.

Episode 26: Rembulan

Jam digital telah menunjukkan angka 3.00. Tapi Yaka tetap tidak dapat terpejam. Ruangan itu begitu sunyi, hanya diselingi dengkuran sahabat dekat yang tengah terbaring lelap di sampingnya. Pikirannya terpaku pada kejadian tadi malam, dan pada kehangatan yang ia rasakan beberapa hari ini. Sedang apa Ega sekarang?

Kularut dalam kesunyian malam
Diantara dua mata yang tak terpejam
Kutatap engkau wahai rembulan
Dengarlah nyanyian hati yang tertahan

Terjagakah ia seperti ku yang selalu terjaga
Karenanya
Terbayangkahku olehnya seperti ku yang selalu
Membayangkannya

Temani ia rembulan seperti kau temaniku
Lalui malam
Suarakan nyanyian ini
hingga ia tertidur dan bermimpi

Ku kan terjaga untuknya
Seperti kau terjaga untukku
Di setiap malamnya

Hingga ku tertidur di sini
Dengannya dalam mimpi


-* *-

Episode 25: 00:00

Yaka memasuki kemudian melempar kunci mobilnya begitu saja ke atas meja. Tak ada hasrat baginya untuk menyalakan lampu untuk kamarnya yang gelap. Bayangan kerai jendela yang tercipta oleh lampu jalan di luar, menjadi satu-satunya sumber cahaya yang ada. Ia memandang ke luar, pikirannya menerawang pada kejadian tadi. Bagaimana ia bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan? Mengapa rasa itu terjadi pada dia dan Ega? Mengapa harus Ega? Mengapa tidak dari dulu saja? Ia mendesah. Tidak ia temukan jawaban itu di sana, di hamparan langit hitam bertaburkan bintang dan bertahtakan rembulan. Ia pandangi rembulan, berharap menemukan bayangan pujaannya di sana.

Hhhh.. Yaka mendesah kembali. “Pusing, pusing,” ia mengeluh dan melemparkan tubuhnya ke ranjang.
“WADAW!!!” terdengar pekikan kencang.
Hah?
“Masya Allah, Ka!!”
Yaka terkejut. Tak lama kemudian ia melihat kepala Dodo tersembul dari balik selimut, sambil mengaduh.
“Sori Do,” Yaka tertawa. “Lagian elo mirip sih sama kasur aer,” ia meledek.
“Ga lucu,” Dodo ngambek.
“Doo ngambek. Iya deh, maap ga sengaja. Gw ga tau elo di situ,“ Yaka mengacak-ngacak rambut sahabatnya. Berharap mendapatkan maaf darinya. “Eh, gw laper nih. Lo mau makan ga?” ia mulai menyogok.

“Engga usah nyogok deh, bikinin cappucino aja,” Dodo mengerti tabiat sahabatnya itu.
“Ya udah,” Yaka pergi menuju dapur.
“Eh Ka,” Dodo memanggil Yaka sebelum menjauh. “Cappucinonya jangan terlalu panas. Sama tambahin indomie dikit. Ga usah pake bawang goreng,”
“Yeee.. dasar gembul,” Yaka mengambil sajadah yang tergeletak di sampingnya dan menyambitnya ke Dodo.

Tak berapa lama, mereka berdua sudah sibuk mengganyang upeti yang dibawa Yaka. Jika saat ini adalah bulan Ramadhan, maka dapat dipastikan mereka sahur terlalu cepat.

“Lagian, elo kesini ngapain Do?” Yaka membuka percakapan. “Lo kayak jelangkung tau ga? Datang tak diundang pulang ogah ku antar. Hahahaaha,” ia kembali meledek.
“Kangen,” Dodo mengerling genit dan mengelus pipi Yaka.
“HIDIH!” Yaka bergidik geli.
“Hehehehehe”, Dodo tertawa cengengesan. “Pengen ngobrol aja si, Ka,” ujarnya malu-malu.

“Wohohohoo.. saudara Ridho. Pria yang jadi ember luber temen-temen tiba-tiba mau ngajak curhat?” Yaka meledek.
“Ngobrol.” sahut Dodo manyun.
“Iya deh. Mau ngobrol apa?”
“Kayla,” raut muka Dodo berubah menjadi serius.
Yaka terkekeh penuh arti. Dodo manyun.
“Oke oke, Do. Lo mau curhat apa?”
Dodo mendelik.
“Iyaaaa.. Ngobrol. Sok sok.. dimulai ceritanya...” Yaka bersiap untuk mendengarkan. Disuapkan lagi mie rebus dari mangkoknya.

Dodo menghembuskan napas perlahan. “Gw bingung sama dia deh, Ka. Dia bisa jadi cewek yang menyenangkan, sesaat kemudian dia jadi cewek yang me... ”
“..nyebalkan??” Yaka melengkapkan kalimat sahabatnya.
“..mbingungkan,” Dodo mengoreksi dan melahap mienya kembali.
“Maksudnya?” Yaka meletakkan sendok di mangkok, berharap mengetahui duduk permasalahan lebih detail lagi.
“Lo tau ga, Ka? Waktu itu pan gw sama dia lagi makan. Terus gw sebagai laki-laki, tengsin dong dibayarin? Iya gak? Jadi gw tawarin buat ngebayarin,”
Yaka mengangguk penuh arti.
“Dia sewot gitu. Padahal kita ngobrol hal-hal yang menyenangkan sebelumnya,” lanjut Dodo. “Terus pas pulang, maksudnya gw mau nganterin dia,”
Yaka mengangguk penuh arti kembali. Kali ini ada sungging senyum di bibirnya.
“Eh.. dia nolak pake bonus marah-marah,” Dodo menuntaskan ceritanya, kemudian menyuapkan mie terakhir ke dalam mulutnya.

Yaka menghabiskan air dalam gelasnya. Setelah itu ia bertanya, “Jadi, elo berdua udah ketemuan ceritanya?” Yaka mencoba untuk tidak mengeluarkan nada-nada yang menggoda.
“Iya. Waktu itu, dia mau bales budi buat artikel tugu-tugu Jakarta yang dimuat di majalah dia,” jelas Dodo.
“Hubungannya?” Yaka bertanya lagi. Ia ingin menggali lebih dalam lagi tentang hubungan Dodo dengan adik sahabatnya.
“Yaaa.. sedikit ada andil gw di dalamnya. Katanya,” Dodo menegaskan kata terakhirnya.
“Berarti wajar doong..” kata Yaka.
“Apanya?”
“Bayarinnya,” jawabnya lagi.
“Ya enggaklah. Di kamus pergaulan cowok karangan gw, dilarang minta bayaran sama cewek, kalo elo ga mau disebut sebagai Pria Bayaran..” Dodo mengeja pada frase terakhir.
Yaka tertawa ngakak. “Masalahnya adalah, kamus lo itu gak dijual bebas di Gramedia,” ia tertawa kembali hingga terbatuk.
Dodo tersenyum keki.

“Gw mau tanya deh Do,” Yaka terbatuk kembali. “Elo suka yah sama dia,”
Dodo mengelak “Weitss jangan bikin tuduhan tanpa fakta dong,”.
“Enggak. Gw mengusung paham presumption of innocence,” jawab Yaka sambil membereskan mangkuknya dan mangkuk Dodo.
“Apaan tuh?”
“Asas praduga tak bersalah,” jawab Yaka singkat sambil mencoba berdiri.
“Sialan loe. Emangnya maling?” Dodo melemparkan bantal ke arah Yaka yang kemudian terhuyung dan terduduk kembali.
“Ya sekarang elo mikir deh. Jarang-jarang elo kayak gini. Seorang cewek bernama Kayla, bisa buat elo yang cuek jadi ngomongin serius gini. Pake perhatiin sikap orang lain lagi?” Yaka berdiri dan berjalan menuju ke dapur.
“Justru karena ga ada cewek yang memperlakukan gw kayak gini!” Dodo membela diri setengah berteriak.

....
Suasana kamar mendadak hening. Dodo seolah berpikir keras.

“Plus,” Yaka kembali ke kamar dan melanjutkan. “Lo sampe punya G-String tu cewek,”
Dodo melemparkan bantal yang kedua ke arah Yaka. “Itu kecelakaan, sapi!!!”
“Nih yah Do, gw kasih tau,” Yaka melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. “Kayla itu sebenernya anak baik lagi. Sopan, manis, dan kritis juga.”
Dodo memindahkan tubuhnya ke atas ranjang, mendekap bantal, dan mendengarkan.
Yaka meneruskan kembali, “Cuman baru-baru ini dia dikhianati sama pacarnya sendiri,”.
“Oh ya??” Dodo membetulkan posisinya, mendengarkan lebih seksama.
Yaka mengangguk. “Kata abangnya begitu. Padahal udah lama pacarannya. Cuman gw ga tau gimana detilnya. Mungkin karena itu dia masih belum bisa ngelupain mantannya, jadi dia agak-agak judes gitu,” lanjut Yaka. “Tapi satu yang pasti Do...” ia mendekati Dodo dengan berbinar. “Lo punya kans yang kuat buat dapetin dia,”
“Ah elah.. Udah ah gw ngantuk” Dodo memasukkan tubuhnya ke dalam selimut dan berbaring.
“Eh tunggu dulu dong, Do.” Yaka mengguncang tubuh Dodo yang memunggunginya. “Jadi lo suka kan sama Kayla? Gw dukung Do..”
Dodo berbalik menghadapnya. “Seperti yang elo bilang, dia anak yang baik. Gw suka sama sifatnya,”
“Kalo cinta?” tanya Yaka penasaran. Dodo menghindar membalikkan badannya kembali. Yaka tidak putus asa, ia mengguncang-guncang Dodo.
“Eh mbul, cinta kagak?” Yaka terus mencoba.
“Sedikiit” jawab Dodo sekenanya.

Yaka tertawa terbahak di samping Dodo yang tengah berjalan menuju gerbang mimpinya. Dodo, dodo. Akhirnya ia bisa menemukan seseorang yang bisa menggetarkan hatinya, mengguncangkan sebagian sel saraf otaknya. Bersahabat dengan Dodo laksana memiliki seorang saudara kembar. Entah kenapa kami dapat jatuh cinta di waktu yang sama. Syukurlah itu bukan wanita yang sama. Semoga saja.
-* *-

Episode 24: Cemburu

“Udah pulang?” tanya Dewo.
“He eh” Iya menatap dua buah lampu merah yang berasal dari mobil Yaka yang semakin mengecil. Hatinya kalut, apakah mas Dewo melihat mereka tadi?

Dewo menghampiri Ega dan memeluknya. Mereka laksana sepasang penari di bawah temaram cahaya bulan.

“Maaf yah udah bikin kamu repot dengan persiapan pernikahan kita,” Dewo mengecup keningnya.
“It’s OK honey. Ada Yaka juga yang nemenin aku,” Ega tersenyum manja.
“So, hari ini kamu cari apa aja?”
“Hmm.. apa yah? Cuman cari gaun aja. Belum ada yang cocok.” Ega mengenggam tangan Dewo yang keras.
“Sampe malam begini?”
“Ya enggak. Tadi nemenin Yaka shooting dulu. Terus baru ke tempat desainer.”
“Hoo...” Dewo bergumam penuh arti.
.....

Tiba-tiba Ega melepaskan pelukan tunangannya itu. Ada emosi meluap di dadanya. “Kamu cemburu yah?”
Dewo tersenyum, “Menurutmu bagaimana?”
“Ya dan tidak,”
“Maksudnya?” Dewo tidak mengerti.
“Ya, kamu cemburu. Tapi kamu nggak seharusnya cemburu,” nada Ega mulai tinggi.

Dewo mengenggam tangan Ega. Mengecupnya. “Sebagai calon suami, seharusnya aku nggak cemburu, gitu?” pertanyaan Dewo sungguh tenang dan dalam.
“Ya dan tidak,”
“Apa lagi sayang?” Dewo merangkul kembali wanita pencuri hatinya, tapi Ega menampiknya.
“Ya, kamu seharusnya cemburu. Tapi kamu nggak patut kayak gitu ke Yaka!” raut muka Ega mulai berlipat-lipat.

Semua sunyi. Tidak ada balasan dari Dewo. Ia hanya diam, menatap langit malam dan memeluk Ega yang tengah emosi.
“Kamu percaya sama aku dong, hon...” suara Ega mulai lirih. Ia seperti ingin menangis.
“I trust you.” Dewo meletakkan tangan tergenggam itu di dadanya. “I Love You” ia membisikkan kata itu ke telinga Ega.

Ega tersenyum getir. Malam ini, dua orang telah mempercayakan suatu hal yang amat berat untuk dibagi menjadi dua bagian yang sama besar. Hal yang ingin ia bagi, meskipun ia sendiri tak ingin terbagi. Cinta yang ia miliki, yang tertaut pada tiga hati.
-**-

Episode 23: Sembilan

Pas. Rasanya angka itu merupakan angka yang istimewa saat ini. Jumlah dentangan yang keluar dari jam besar di sudut ruangan, jumlah pigura yang terpajang di atas televisi, jumlah tuangan kopi yang bolak balik ditawarkan oleh Pak Imron, seolah suatu kebetulan yang disengaja. Satu yang pasti, tokoh kita yang satu ini sedang kurang kerjaan.

“Mau ditambah lagi den kopinya?” suara Pak Imron membuyarkan lamunan tentang ‘the great 9’.
“Oh udah Pak, ga usah. Nanti saya ambil sendiri” ujarnya sambil tersenyum.

Seiring dengan perginya Pak Imron, muncullah seorang wanita paruh baya. Kerutan yang tergores samar di sudut matanya, tidak mengurangi keanggunannya. Wanita itu tersenyum, dan kemudian menuju ke pintu depan. Ia berdecak kesal, seolah menunggu sesuatu yang tak kunjung datang.

“Emangnya kamu ga telpon dulu, Wo?”
“Udah sih Tan, tapi ga aktif. Mungkin baterainya abis,”
Wanita itu duduk disampingnya. “Jangan panggil tante dong,” pintanya menggoda. “Mama aja..,”
“Hehehehe,” Dewo hanya bisa tertawa malu.
“Akhir-akhir ini dia sibuk pergi terus. Sepertinya menyiapkan pernikahan kalian,”

Dewo diam, mendengarkan cerita calon mertuanya ini dengan serius.

“Kasian, Wo. Kamu temenin dong. Kan yang mau nikah kalian berdua,”
Dewo tersenyum, “Ya, semenjak pulang ke Indonesia, kerjaan Dewo cukup banyak, Tan”

Wanita itu mengernyitkan alisnya.
“Eh.. Ma.” Dewo meneruskan. “Lagipula, kita udah sepakat kalo semua konsep pernikahan, terserah Ega aja. Sebagai pihak mempelai pria, saya mendukungnya,”

“Mendukung.. mendukung.. emangnya Pemilu??” suara lembut lainnya memecahkan kekakuan. Ega menghampiri Dewo dan duduk menggelesor disampingnya. Kepalanya disandarkan pada tubuh Dewo yang bidang. Ia tak peduli pada keadaan, yang ia mengerti hanyalah ia kelelahan. Capek mampus..

Sesaat kemudian Yaka datang membawa setumpuk tas belanjaan. Ia tak menyadari kehadiran Dewo di sana.

“Hai, Ka,” Dewo mencoba memulai pembicaraan.
Yaka menoleh, ia terkejut melihat pria itu berada dalam pelukan Ega. Jemari tangan Dewo gemulai mengusap rambut Ega yang kemerahan. Ada raut yang berubah dari wajah Yaka.

“Hei Wo. Pa kabar?” tanya Yaka seraya menenangkan hatinya.
“Baik. Lo gimana?”
“Woo.. artis sibuk dia, Mas. Tiap hari stripping, tiap hari stripping. Lama-lama dia striptease kali,” Ega memotong pembicaraan. Sementara Dewo mengernyitkan senyum mendengarkan penjelasan kekasihnya.

“Enak aja, ada juga nemenin tuan putri nih..” Yaka meninju pelan lengan Ega. “Mau nikah koq kayak mau beli dagangan, banyak nawar. Sadis banget lagi nawarnya.”

Ega mencibir. Mama Ega tersenyum. Yaka sudah ia anggap sebagai anak sendiri. Ia bangga melihatnya mampu melindungi putri semata wayangnya. “Lha terus kamu kapan dong, Ka? Mamamu sering cerita sama Tante, dia kepengen cepet-cepet nimang cucu,”

Yaka memandang Ega sejenak. Ega mengacuhkannya. Ia tersenyum dan kemudian berjalan menuju orang yang merupakan ibu ketiganya, setelah mamanya dan nyak nya si Dodo. Ia memegang kedua tangan wanita itu dengan lembut. “Tante kasih Ega adik perempuan, nanti aku bakal jadi menantu Tante. Biar aku musti ngijon, ga papa deh,” ia mengecup tangan itu. Serentak tawa membahana di ruangan itu.

Bulan semakin meninggi. Yaka berpamit kepada orang-orang yang ada di ruangan itu. Ia berjalan keluar, diiringi oleh Ega yang mengikutinya dari belakang.

“Ka..”
Yaka menoleh. Ia baru saja membuka pintu mobilnya.
“Thanks udah mau nemenin,”
“Koq ngomongnya gitu?”
“Ya ga papa, emang ga boleh?”
“Kesannya gw bakal ga nemenin lo lagi?” ada nada ketus di tanyanya
“Bukannya git..”
“Atau emang udah ga boleh?” ia memotong perkataan Ega yang tampak tak mampu berkata-kata .

....
....
Ega tampak mulai ingin menangis. Yaka buru-buru memegang pipinya dan mengusap matanya yang berair.

“Maaf.. cuman becanda. Gw cuman takut kehilangan elo Ga.”
“Ga akan. Percaya deh.” Ega menggenggam tangan Yaka erat.
“I trust you.” Yaka meletakkan tangan tergenggam itu di dadanya. I Love You. Kalimat yang terakhir ini hanya tercekat di tenggorokan Yaka.

“Ka..”
Yaka membuka kaca mobilnya.
“Take care.”
Yaka mengangguk, tersenyum dan berlalu.

You know it’s true...
Everything I do..
I do it for you.


“Ga...”
“Mas??” Ega terkejut melihat mas Dewo telah ada dibelakangnya.

-**-

Episode 22: To Me You Are Perfect


Pintu teater telah dibuka. Orang-orang berduyun-duyun keluar, salah duanya Dodo dan Kayla.

“Ehm.. mau makan malam Kay?” Dodo menawarkan diri
“Aduh gimana yah.. Aku tadi udah makan” Kayla mencoba untuk menolak dengan halus.
”Kalo gitu temenin aku makan aja deh. Heheheehehe”
”Idih kayak anak kecil aja,” ia meledek Dodo. Sesungguhnya ia benar-benar enggan untuk makan malam.
”Bukan gitu. Kalo ga ada kamu siapa yang mau bayarin?” Dodo ngelesh.
”Jadi gitu? Katanya kemaren ga mau ditraktir?” Kayla meledek lagi.
”Kamu tau, kata pepatah, kemarin adalah kenangan, hari ini kenyataan, dan masa depan adalah misteri. Kenyataannya aku laper dan ga punya uang, dan suatu misteri kalo sampe semenit lagi aku pingsan di hadapan kamu.” Dodo mulai menyeret Kayla.
”Iiiya iya, ga usah tarik-tarik!” Kayla meronta melepaskan tangannya.
”Eh maaf..” Dodo merasa bersalah. Ia menghentikan langkahnya. ”Kalau kamu ga mau ga papa deh, kita pulang aja.”
Kayla menenangkan dirinya. Sesaat tadi ada rasa panik dan ketakutan yang menyergap dirinya. ”Kalo kamu pingsan di depan aku, ga ada yang kuat gotong. Ayo ikut aku, aku tau tempat enak di sini,” Kayla berjalan mendahului Dodo. Sementara Dodo tersenyum dan mengikutinya.

Restoran itu cukup nyaman, dengan suasana musik yang mengalun perlahan. Dodo dan Kayla tampak asyik berbicara sambil menyantap hidangan yang ada.

”Katanya ga mau makan?” Dodo meledek.
”Yang udah lewat kenangan, kenyataannya sup ini enak banget. Sluurp” Kayla menyeruput kuah supnya.

Dodo tersenyum. Wanita di depannya ini sangat ekspreksif sekali ketika menikmati supnya.

”Gimana menurutmu filmnya?” pertanyaan Kayla membuat lamunan Dodo buyar.
”Ehm So So,” jawab Dodo. “Dari segi gambar bagus banget. Dari segi cerita bikin ngantuk,”
“Hehehe aku juga tuh. Abis bahasanya kaku banget,” sahut Kayla
“Mungkin kata pengamat-pengamat film itu bagus, tapi kalo aku rasa si engga buat konsumennya,” Dodo memberikan pendapatnya. ”Kamu sendiri suka film kayak apa, Kay?”

“Ehm.. komedi romantis,” jawab Kayla sambil mengunyah. ”Notting Hill, Just Like Heaven, Two Weeks Notice, ya kayak gitu lah..”
“Love Actually,” tanya Dodo sambil menyuap nasi goreng ke mulutnya.

“Aehm..” Kayla mengeluarkan bunyi persetujuan dengan kedipan mata dan anggukan yang anggun. Makanannya kini sedang dalam perjalanan di kerongkongan untuk kemudian menuju ke lambung. Matanya mengerjap, berusaha mempercepat awal dari proses pencernaaan itu. Dodo terkekeh. Hampir saja nasi itu menyembur dari mulutnya.

“Bangett..” ujar Kayla begitu ia mulai dapat bersuara. “Apa lagi pas si Mark nunjukin kertas TO ME YOU ARE PERFECT itu. Romantis banget”
“Kiera Knightleynya juga cantik” sahut Dodo sambil menangkupkan sendok dan garpunya. “Mirip Febi Febiola yah?”
“Ngaco kamu..” jawab Kayla sambil mengelap mulutnya. Ia tersenyum. Entah mengapa jika bersama pria yang satu ini, pembicaraan tidak ada habisnya. Tapi ia tidak takut untuk merasakan lebih. Dodo hanyalah teman biasa. Sahabat dari Mas Bisma yang sangat ia hormati.

Kayla menarik napas panjang.
“Kenapa Kay?” tanya Dodo. “Capek?”
“Eh engga. Ini cuman kekenyangan aja.” Kayla buru-buru menghapus risaunya. “Pulang sekarang yuk. Ntar kemaleman”
“Ya udah, biar aku bayar dulu yah.” Dodo menggeser kursinya.
Kayla buru-buru berdiri. “Eh ga usah. Biar aku yang bayar,”
“Jangan ah, masa orang makan berdua yang bayar ceweknya?” Dodo tersenyum. Ia mulai beranjak dari meja. Tapi Kayla buru-buru mencegahnya.
“Emangnya kita nge-date? Lagian tadi kamu kan yang nyuruh aku bayarin?” ada ekspresi gusar di wajahnya. “Udah biar aku aja,” Kayla buru-buru berjalan ke meja kasir.

Dodo bingung. Perempuan ini gampang sekali berubah. Tadinya ceria, kemudian berubah menjadi wanita yang judes. Ia duduk kembali. Tiba-tiba mukanya berubah sumringah. Ia mengambil pulpen dari kantongnya, mengambil tissue dari mejanya, dan kemudian menuliskan sesuatu di atas tissue itu. Di lihatnya Kayla dari kejauhan. Dodo kembali tersenyum.

Dodo menghampiri Kayla yang masih sibuk di meja kasir.
“Lama amat, kurang duitnya yah..?” Dodo meledek.
“Enak aja.. “ Kayla balas mencibir. “Justru uangnya kegedean. Kembaliannya susah,”
“Iya deh. Nih jaketnya ketinggalan.” Dodo menyerahkan jaket Kayla. Sisa-sisa parfum Kayla yang menggelitik hidung Dodo masih menempel di jaket itu.
“Dah yuk pulang,” ajak Kayla sambil memakaikan jaketnya.

Mereka berjalan menuju pintu keluar gedung mal itu. Namun, sampai depan pintu keluar Kayla berhenti. Ia menatap Dodo.
“Thanks yah udah mau nemenin” ujar Kayla sambil tersenyum.
“Sama-sama. Aku anterin pulang yah?”
“Eh ga usah. Aku pulang sendiri aja. Gampang koq,” Kayla menolak dengan halus.
“Ga papa. Beneran,” Dodo masih berusaha membujuk.
“Ga usah deh, lagian kita ga searah.” Kayla mencoba untuk ramah.
Dodo menyerah. Ni cewek kenapa sih?. Ia pamit dan kemudian berlalu.

Kayla kemudian berjalan keluar sambil melongok-longok berharap bis menuju rumahnya cepat datang. Dirogohnya jaketnya mencari sekeping dua keping recehan untuk menggenapkan ongkosnya. Tak ada kepingan disana. Hanyalah selembar tissue makan bekas restoran tadi yang terlipat rapih. Ia tidak ingat bahwa ia pernah mengantungi tissue di restoran itu. Dari atas, ia dapat melihat rembesan tinta yang masih basah. Penasaran, Kayla membukanya.

To me you are perfect :p


Dodo. Ini pasti perbuatan Dodo. Ia tersenyum. Nampaknya tulisan itu membuatnya tersanjung. Dalam senyumnya, ada rasa getir yang kemudian berubah menjadi pahit. Senyumnya kemudian berubah menjadi kedukaan. Matanya berkaca-kaca. Sejenak kemudian ia membuang tissue itu dan berjalan kembali.

-**-

Episode 21: Halo!

Krrringg…
“Halo, majalah Halo.”
“Mbak Aya?” suara diseberang sana bertanya. Tidak perlu dijelaskan siapa dia, tidak penting dalam cerita ini.
“Iya,”
“Ada telpon mbak,”
“Dari siapa?”
“Cowok. Ciieehhh..”
“Siapa sih? Tora Sudiro janjian ketemunya besok koq.. Hehehehehe”
“Meneketehe. Terima ga nih?”
“Ya udah,”

Krrringg…
“Halo, majalah Halo.”
“Bisa bicara dengan Ibu Kayla?”
“Ya saya sendiri, dengan siapa yah saya bicara?”
“Ini Ridho. Halo,”
“Ya benar, ini majalah Halo,”
“Bukan, maksudku Halo, apa kabar?”
“Oh kirain Halonya Halo,”
“Duh pusingnya telepon majalah kamu. Dari operator sampe ke ke kamu semuanya Hola Halo Hola Halo,”
“Maaf bapak Ridho, ada keperluan apa yah?”
“Eh.. ehmm enggak. Saya cuman.. cuman pengen bilang tulisan kamu di majalah edisi ini menarik sekali”
“Terima kasih. Itu memmm…. Tunggu deh.. ini Mas Dodo yah?“
“Hehehehe galak amat, Kay“
“Hihihihi maaf mas, soalnya biasanya ada tukang iseng. Lagian pake ngaku-ngaku Ridho segala sih. Bilang aja Mas Dodo..”
“Dodo aja, Kay. Lebih enak dengernya.”
“Oh iya, lupa. Maap”
“Ga papa. Lagi sibuk, Kay?”
“Yah biasa, Mas. Namanya juga kerja di media. Tadi abis rapat redaksi. Sekarang lagi istirahat aja sih,”
“By the way, ga nyangka juga akhirnya kamu nulis soal tugu Jakarta itu”
“Hehehehe makasih yah mas, Do. Kata bos aku ceritanya ngejual. Lagian banyak juga anak remaja sekarang yang ga peduli sama hal kayak gitu. Paling sering lagi, tugu-tugu itu jadi sasaran aksi vandalisme”
“Setuju,”
“So.. musti kasih imbalan apa?”
“Imbalan?”
“Iya dong.. Mas, eh Do, ehm.. kamu kan udah kasih inpirasi buat aku.”
“Ngga usah ah, lagian itu cuman selentingan ide di kepala aku aja koq..”
“Ya.. jangan gitu dong..”
“Beneran, ga usah,”
“Kalo gitu gimana kalo temenin aku ngeliput lagi aja,”
“Tentang?”
“Film,”
“Ehmm.. “
“Eh, kalo ga bisa ga papa lho..”
“Kapan?”
“Besok malem.”
“Tempat?”
“TA”
“Ya udah,”
“Deal?”
“OK. Deal. Ya udah deh sampai ketemu besok,”
“OK.”
“Met kerja yah,”
“Makasih sekali lagi loh..”
“Met siang”
“Siang…”

Krrringg…
“Halo, majalah Halo.”
“Aya yah?”
“Firman yah?”
“Ho oh”
“Kebetulan man. Review film itu biar gw yang ambil deh. Ntar abis makan gw ambil tiketnya di ruanganlo,”
…….

-**-

Episode 20: Official Newspaper

Matahari telah lama masuk dari kisi-kisi jendela dan menggariskan tekstur-tekstur jingga di dinding ruangan yang semakin lama semakin melebar. Ruangan itu lebih bisa dikatakan sebagai kandang dibandingkan dengan kamar. Di kamar itu, di sudut ruangan itu, teronggok sebuah sansak tinju yang, oh tidakk dia bergerak! Menggeliat ke kanan dan kiri. Ealah ternyata Dodo tho..’

Dodo bangun dalam gelisahnya. Sudah tiga minggu ini bangun paginya dihinggapi rasa nelangsa. Suara-suara fals di siang hari yang biasanya kerap terdengar seantero kampung, sekonyong-konyong lenyap. Dodo seolah bisu mendadak. Ia lebih banyak merenung, berpikir dalam diamnya. Terkadang ia tersenyum sendiri, persis orang gila.

“Oii Do, bengong aje..”
“Eh nyak.. Udah lama disitu?” Dodo terkekeh.. Ia tidak menyadari nyaknya berada di depannya selama beberapa lama.
“Lo kenape Do? Kalo ade peroblem, masale gitu.. Cerita aje sama nyak..” Nyak begitu khawatir putra satu-satunya ini disembelih layaknya ayam yang bengong.. Hehehehe..
Edo tersenyum “Kagak kenape-nape nyak..”
“Ya udah, sekarang tulungin enyak beli ketumbar di warungnya Pok Mimin sane.. O iye, beli juga koran buat babelu”, sahut Nyak sambil menyelipkan beberapa uang kertas ke telapak tangan Dodo.
“Sarapan dulu lah nyak..”
“Sarapan? Ude jam brape Do?? Tunggu aje sejem lagi, udah lanch”
“Duilee nyak.. Sok pake ngomong bahase Inggris..” Dodo tertawa mendengar nyaknya mengucapkan kata ‘lunch’.
“Lah, jelek-jelek gini, nyak dulu tu ibu pejabat, Do.”
“Pejabat ape?”
“Pejabat Pembuat Akte Tanah. Tuh kayak bu Yayuk tetangge kite.. Hehehehehe” nyak nyengir..

Dodo tertawa, sementara Nyak telah meninggalkannya. Ia bersyukur memiliki seorang Ibu yang pengertian. Perempuan yang tidak memiliki ilmu yang tinggi tapi mampu menjadi penjaga, maupun juru bicara keluarga. Nyak selalu menjadi orang yang mampu menghadirkan tawa di tengah keluarga.

Dodo berjalan menyusuri kampungnya. Ia menghampiri lapak koran dan membeli koran yang telah menjadi official newspaper untuk keluarganya. Tampaknya hari ini headlinenya lain dari biasanya.

Cowok Jalan Sama Ceweknya
Ceweknya Digodain Orang
Cowok Berantem
Ditusuk Mati.
Cowok Idup Lagi
Ditusuk Mati.
Cowok Idup Lagi
Ditusuk Mati.
Cowok Idup Lagi
Ditusuk Mati.


Ya ampun.. panjang bener.. judulnya.

Dodo membalik korannya. Berharap menemukan hal yang lebih menarik di sana.

Bisma Rayaka Punya Gandengan Baru
dipergoki asyik indehoy di monas


Hff hff hff.. Dodo mencoba untuk menahan tawanya.
Dasar wartawan gosip kurang kerjaan..
Pake kata indehoy lagi..

“Bwahahahahahaaha..” Dodo tidak mampu lagi menahannya.. Air mata mulai tergenang di pelupuk mata. Tapi tawanya seketika reda. Ia teringat kembali kejadian 3 minggu yang lalu di monas. Kejadian yang kini memberikan rasa getir dalam hatinya, dalam hidupnya.

“Bang… bang.. oi. Jangan dipegang-pegang doang korannya. Jadi beli kagak?”
“Eh.. i iya bang. Nih” Dodo tersadar dari lamunannya dan kemudian menyerahkan uangnya.

Sembari menunggu kembalian, ia menyusuri koran dan majalah yang terpajang di lapak itu. Secara tak sengaja, ia menemukan sebuah majalah dengan topik yang tak asing dikepalanya. Diambilnya majalah itu, dibukanya dan wajahnya berubah menjadi sumringah ceria.

-**-

Episode 19: Chat

b1zm4r4y4k4 is online
emerald_ega: hai..
b1zm4r4y4k4: eh hai..
emerald_ega: baru pulang?
b1zm4r4y4k4: iya..
emerald_ega: malem banget?
b1zm4r4y4k4: hari ini banyak scene yang musti beberapa kali take.
b1zm4r4y4k4: rada ga enak badan sih, jadi kurang konsen.
emerald_ega: ck.. ck.. ya udah sana istirahat..
b1zm4r4y4k4: ga mau :P
emerald_ega: ngapain pake online-online lagi..
b1zm4r4y4k4: kan ada elo.. kangen nih. Udah hampir seminggu yah kagak ketemu..
emerald_ega: halah.. orang yang 7 tahun aja gak ada kangen-kangennya..
emerald_ega: dasar playboy..
b1zm4r4y4k4: enak aja!!
b1zm4r4y4k4: Iya kangen..
b1zm4r4y4k4: Gw mah tipe cowok setia. Cukup 1 aja..
b1zm4r4y4k4: 1 lusin.. :P
emerald_ega: :))
emerald_ega: Btw, ka.. Si Dodo gimana?
b1zm4r4y4k4: Gimana apanya?
emerald_ega: Hubungannya sama si Kayla..
b1zm4r4y4k4: Oh..
emerald_ega: Udah ampe mana nih ceritanya?
b1zm4r4y4k4: Ga tau gw, si Kiki juga ga cerita apa-apa..
emerald_ega: Oh..
b1zm4r4y4k4: Biasanya dia cerita kalo kenapa-napa.
emerald_ega: Wah,
b1zm4r4y4k4: Lagian gw juga udah cerita soal kejadian di monas
emerald_ega: Jjiieh.
b1zm4r4y4k4: Hahh?
b1zm4r4y4k4: :-?
emerald_ega: Udah saling berbuka hati nih sama Kiki.. :->
emerald_ega: Udah jadian sanaaa..
b1zm4r4y4k4: What?
emerald_ega: :))
b1zm4r4y4k4: Kiki cowok Ga..
emerald_ega: Gw juga ga bilang lo harus jadian sama cewek kan ka.. :->
emerald_ega: =))
b1zm4r4y4k4: Semprul.
b1zm4r4y4k4: Udah kemana lagi di Jakarta?
emerald_ega: Yah, paling ke rumah orangtuanya Mas Dewo, terus ke rumah sepupu gw dan kenalan sama keluarganya mas Dewo..
emerald_ega: BUZZ!
emerald_ega: Ka? Koq diem sih?
b1zm4r4y4k4: Sorry tadi ngambil minum bentar
b1zm4r4y4k4: Udah siap-siap yah :->?
emerald_ega: Ga juga sih.. Palingan cuman liat-liat dulu.. Survey survey.. gitu..
emerald_ega: Lagian masih lama kan masih 7 bulan lagi?
b1zm4r4y4k4: Lo udah mantep bener?
emerald_ega: Maksudnya?
b1zm4r4y4k4: Yah, ini kan bakal lo lakukan Insya Allah sekali seumur hidup..
b1zm4r4y4k4: Biasanya saat kayak gini justru yang bikin banyak pasangan ragu.
b1zm4r4y4k4: Dia bener jodoh gw ga yah..?
b1zm4r4y4k4: Lo harus bener-bener yakin ga sama pilihanlo..
b1zm4r4y4k4: BUZZ!
b1zm4r4y4k4: Ga oii…
b1zm4r4y4k4: BUZZ!
b1zm4r4y4k4 is sign off
emerald_ega: Sori ka.. Gw ga sadar..

Ega menutup window messenger-nya. Pandangannya nanar menatap layar komputer. Blog Yaka kini ada dalam hadapannya, dalam untaian bait-bait kata nan indah.

Katakan padanya wahai semesta
Katakan aku mencintainya.
Katakan pada putri dalam kastil istana
Katakan aku kan membebaskannya.


-**-

Episode 18: Katakan Cinta

Kukatakan cinta pada surya
Agar apinya dapat menghangatkannya
Kukatakan cinta pada bintang
Agar sinarnya dapat menerangkannya
Kukatakan cinta pada angin
Agar semilirnya dapat menenangkannya

Katakan padanya wahai semesta
Katakan aku mencintainya.
Katakan pada putri dalam kastil istana
Katakan aku kan membebaskannya.

Katakan aku mencintainya
Seperti kulihat diriku di cintanya.

-**-

Episode 17: Miliknya yang Terdalam

Malam telah larut, dan bulan menampakkan keindahannya. Suasana cukup sepi di sekitar situ. Yang terdengar hanya bunyi jangkrik yang bernyanyi di indahnya malam. Tak lama kemudian terdengar deru mesin mobil melaju perlahan kemudian berhenti di depan sebuah rumah.

"Makasih semuanya," Kayla bangun dari duduknya dan keluar. Secara refleks, Dodo pun mengikutinya.
"Ga mampir dulu?" Kayla menawarkan diri.

Semua terdiam. Yaka menoleh pada Dodo yang masih berdiri di luar. Ega pun demikian. Dodo tersadar, semua menunggu jawabannya. "Eh.. ehm.. ehm.. Ga usah deh.. Udah malem." jawabnya.

"OK deh kalo gitu. Sekalilagi makasih yah."
"Kay," panggil Dodo. "Salam buat Patung Pembebasan Irian Barat" ia tersenyum, dan kemudian masuk ke dalam mobil.

Tidak ada jawaban dari Kayla. Ia pun hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah.

"Ciiiieeehh gentle banget nih, pake ikut keluar lagi". Ega menowel Dodo, menggodanya.
"Maksudnya Jeng?"
"Ah.. keliatan lagi Do.. " Yaka tak kalah dahsyat menggodanya.
"Ooh Kayla? Hehehehehe.. Ga tau ah. Liat aja nanti"
"Sekarang kan lo dah punya alamat rumahnya.. Dah bisa ngapel doong" Yaka terus saja menggoda.
Dodo tersenyum, "Jangankan alamat rumah, yang paling dalem dari dia juga ada di gw.."
Yaka dan Ega tidak mengerti. "Maksudnya?"
"Itu..." Dodo mengubah posisi duduknya agar bisa terlihat oleh kedua sahabatnya. Kemudian ia menggambarkan segitiga dengan dua tangannya.
"Apa ah.. Ga ngerti.." Ega protes. Dahinya berkerut.
"Di Bandara.. Inget kan?" kali ini ia mengulang lagi penggambaran segitiga itu.
"Haaa?" Yaka dan Ega berteriak serempak. Dan semuanya tertawa terbahak..
“Jadi G-String itu....??” Ega tak dapat meneruskan lagi. Ia sudah kembali terbahak..
"Jjjjiieeeh Dodooo.. " Yaka semakin bersemangat menggoda.

Dodo tak lagi menanggapi. Ia kencangkan suara radio tape agar suara-suara menggoda itu tak hinggap lagi di telinganya. Terlebih agar ia dapat mendengarkan suara hatinya yang bersenandung bahagia.

There used to be a greying tower alone on the sea.
You became the light on the dark side of me.
Love remained a drug that's the high and not the pill.
But did you know,
That when it snows,
My eyes become large and
The light that you shine can be seen.


-**-