Thursday, December 30, 2010

Episode 27: Song For You

I've been so many places in my life and time
I've sung a lot of songs, I've made some bad rhyme
I've acted out my life in stages with ten thousand people watching
But we're alone now and I'm singing this song for you


Suara berat Michael Buble mengalun dari telepon genggam Yaka. Nama Kayla terpampang di layarnya.

Click.
“Pagi, mas Bisma,” terdengar sapa ramah suara lembut di seberang sana.
....
“Halo?” ulangnya lagi.
“Eh.. pagi, Kay. Yakanya masih tidur tuh,” Dodo akhirnya membuka suara, setelah tersentak dari lamunannya. Ia tak pernah menyangka akan bicara dengan gadis yang menjadi bahan gosip semalam, secepat ini.
....
“Halo?” ulangnya lagi.
“Eh, Do. Kamu di situ?” tanya Kayla.
“Iya, Kay,” jawab Dodo sekenanya. Jantungnya berdentam keras tak keruan. “Ada pesan untuk Yaka? Biar nanti aku sampein,”
“Oh.. ehm.. Oh ya, mas Kiki kayaknya hari ini ga bisa ikut jumpa fans di Margo City. Dia kena flu berat,” terang Kayla.
“Oh.. OK. Nanti aku sampein deh,” jawab Dodo singkat.
“........” cukup lama terjadi kehampaan.
“Do,” “Kay,” ujar mereka bersamaan.
“Hehehehe. Kenapa Do?” Kayla bertanya.
“Ladies first deh,”
“Ehmm.. ga jadi. Bukan apa-apa. Sekarang kamu,”
“Oh.. cuman bilang, masih ada pesan lagi ga?” tanya Dodo. Sejenak kemudian ia menggigit bibirnya sendiri, seolah menyesali pertanyaan bodohnya itu.
“Engga koq. Kalo gitu udah dulu yah, Do.”
“OK,”
“Bye,” Click. Tut tut tut tut tut...

Click. Dodo menekan tombol disconnect. Kemudian ia menghela napas panjang. Ada sedikit trauma di hatinya atas segala keanehan yang ada di diri Kayla, dan perlakuan Kayla kepadanya. Ada pula rasa sesal, mengapa rasa ini hinggap di dadanya. Rasa yang tak dapat terdefinisi oleh kata manis, pahit, asin, ataupun gurih. Rasa yang kerap membuat hati tergetar teriris perih. Cinta.

Ia membuka kembali telepon genggam Yaka, mencari lagu yang menjadi ringtone tadi, dan memutarnya. Kemudian ia berbaring kembali di sisi Yaka, menghabiskan waktu dengan melamun.

Episode 26: Rembulan

Jam digital telah menunjukkan angka 3.00. Tapi Yaka tetap tidak dapat terpejam. Ruangan itu begitu sunyi, hanya diselingi dengkuran sahabat dekat yang tengah terbaring lelap di sampingnya. Pikirannya terpaku pada kejadian tadi malam, dan pada kehangatan yang ia rasakan beberapa hari ini. Sedang apa Ega sekarang?

Kularut dalam kesunyian malam
Diantara dua mata yang tak terpejam
Kutatap engkau wahai rembulan
Dengarlah nyanyian hati yang tertahan

Terjagakah ia seperti ku yang selalu terjaga
Karenanya
Terbayangkahku olehnya seperti ku yang selalu
Membayangkannya

Temani ia rembulan seperti kau temaniku
Lalui malam
Suarakan nyanyian ini
hingga ia tertidur dan bermimpi

Ku kan terjaga untuknya
Seperti kau terjaga untukku
Di setiap malamnya

Hingga ku tertidur di sini
Dengannya dalam mimpi


-* *-

Episode 25: 00:00

Yaka memasuki kemudian melempar kunci mobilnya begitu saja ke atas meja. Tak ada hasrat baginya untuk menyalakan lampu untuk kamarnya yang gelap. Bayangan kerai jendela yang tercipta oleh lampu jalan di luar, menjadi satu-satunya sumber cahaya yang ada. Ia memandang ke luar, pikirannya menerawang pada kejadian tadi. Bagaimana ia bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan? Mengapa rasa itu terjadi pada dia dan Ega? Mengapa harus Ega? Mengapa tidak dari dulu saja? Ia mendesah. Tidak ia temukan jawaban itu di sana, di hamparan langit hitam bertaburkan bintang dan bertahtakan rembulan. Ia pandangi rembulan, berharap menemukan bayangan pujaannya di sana.

Hhhh.. Yaka mendesah kembali. “Pusing, pusing,” ia mengeluh dan melemparkan tubuhnya ke ranjang.
“WADAW!!!” terdengar pekikan kencang.
Hah?
“Masya Allah, Ka!!”
Yaka terkejut. Tak lama kemudian ia melihat kepala Dodo tersembul dari balik selimut, sambil mengaduh.
“Sori Do,” Yaka tertawa. “Lagian elo mirip sih sama kasur aer,” ia meledek.
“Ga lucu,” Dodo ngambek.
“Doo ngambek. Iya deh, maap ga sengaja. Gw ga tau elo di situ,“ Yaka mengacak-ngacak rambut sahabatnya. Berharap mendapatkan maaf darinya. “Eh, gw laper nih. Lo mau makan ga?” ia mulai menyogok.

“Engga usah nyogok deh, bikinin cappucino aja,” Dodo mengerti tabiat sahabatnya itu.
“Ya udah,” Yaka pergi menuju dapur.
“Eh Ka,” Dodo memanggil Yaka sebelum menjauh. “Cappucinonya jangan terlalu panas. Sama tambahin indomie dikit. Ga usah pake bawang goreng,”
“Yeee.. dasar gembul,” Yaka mengambil sajadah yang tergeletak di sampingnya dan menyambitnya ke Dodo.

Tak berapa lama, mereka berdua sudah sibuk mengganyang upeti yang dibawa Yaka. Jika saat ini adalah bulan Ramadhan, maka dapat dipastikan mereka sahur terlalu cepat.

“Lagian, elo kesini ngapain Do?” Yaka membuka percakapan. “Lo kayak jelangkung tau ga? Datang tak diundang pulang ogah ku antar. Hahahaaha,” ia kembali meledek.
“Kangen,” Dodo mengerling genit dan mengelus pipi Yaka.
“HIDIH!” Yaka bergidik geli.
“Hehehehehe”, Dodo tertawa cengengesan. “Pengen ngobrol aja si, Ka,” ujarnya malu-malu.

“Wohohohoo.. saudara Ridho. Pria yang jadi ember luber temen-temen tiba-tiba mau ngajak curhat?” Yaka meledek.
“Ngobrol.” sahut Dodo manyun.
“Iya deh. Mau ngobrol apa?”
“Kayla,” raut muka Dodo berubah menjadi serius.
Yaka terkekeh penuh arti. Dodo manyun.
“Oke oke, Do. Lo mau curhat apa?”
Dodo mendelik.
“Iyaaaa.. Ngobrol. Sok sok.. dimulai ceritanya...” Yaka bersiap untuk mendengarkan. Disuapkan lagi mie rebus dari mangkoknya.

Dodo menghembuskan napas perlahan. “Gw bingung sama dia deh, Ka. Dia bisa jadi cewek yang menyenangkan, sesaat kemudian dia jadi cewek yang me... ”
“..nyebalkan??” Yaka melengkapkan kalimat sahabatnya.
“..mbingungkan,” Dodo mengoreksi dan melahap mienya kembali.
“Maksudnya?” Yaka meletakkan sendok di mangkok, berharap mengetahui duduk permasalahan lebih detail lagi.
“Lo tau ga, Ka? Waktu itu pan gw sama dia lagi makan. Terus gw sebagai laki-laki, tengsin dong dibayarin? Iya gak? Jadi gw tawarin buat ngebayarin,”
Yaka mengangguk penuh arti.
“Dia sewot gitu. Padahal kita ngobrol hal-hal yang menyenangkan sebelumnya,” lanjut Dodo. “Terus pas pulang, maksudnya gw mau nganterin dia,”
Yaka mengangguk penuh arti kembali. Kali ini ada sungging senyum di bibirnya.
“Eh.. dia nolak pake bonus marah-marah,” Dodo menuntaskan ceritanya, kemudian menyuapkan mie terakhir ke dalam mulutnya.

Yaka menghabiskan air dalam gelasnya. Setelah itu ia bertanya, “Jadi, elo berdua udah ketemuan ceritanya?” Yaka mencoba untuk tidak mengeluarkan nada-nada yang menggoda.
“Iya. Waktu itu, dia mau bales budi buat artikel tugu-tugu Jakarta yang dimuat di majalah dia,” jelas Dodo.
“Hubungannya?” Yaka bertanya lagi. Ia ingin menggali lebih dalam lagi tentang hubungan Dodo dengan adik sahabatnya.
“Yaaa.. sedikit ada andil gw di dalamnya. Katanya,” Dodo menegaskan kata terakhirnya.
“Berarti wajar doong..” kata Yaka.
“Apanya?”
“Bayarinnya,” jawabnya lagi.
“Ya enggaklah. Di kamus pergaulan cowok karangan gw, dilarang minta bayaran sama cewek, kalo elo ga mau disebut sebagai Pria Bayaran..” Dodo mengeja pada frase terakhir.
Yaka tertawa ngakak. “Masalahnya adalah, kamus lo itu gak dijual bebas di Gramedia,” ia tertawa kembali hingga terbatuk.
Dodo tersenyum keki.

“Gw mau tanya deh Do,” Yaka terbatuk kembali. “Elo suka yah sama dia,”
Dodo mengelak “Weitss jangan bikin tuduhan tanpa fakta dong,”.
“Enggak. Gw mengusung paham presumption of innocence,” jawab Yaka sambil membereskan mangkuknya dan mangkuk Dodo.
“Apaan tuh?”
“Asas praduga tak bersalah,” jawab Yaka singkat sambil mencoba berdiri.
“Sialan loe. Emangnya maling?” Dodo melemparkan bantal ke arah Yaka yang kemudian terhuyung dan terduduk kembali.
“Ya sekarang elo mikir deh. Jarang-jarang elo kayak gini. Seorang cewek bernama Kayla, bisa buat elo yang cuek jadi ngomongin serius gini. Pake perhatiin sikap orang lain lagi?” Yaka berdiri dan berjalan menuju ke dapur.
“Justru karena ga ada cewek yang memperlakukan gw kayak gini!” Dodo membela diri setengah berteriak.

....
Suasana kamar mendadak hening. Dodo seolah berpikir keras.

“Plus,” Yaka kembali ke kamar dan melanjutkan. “Lo sampe punya G-String tu cewek,”
Dodo melemparkan bantal yang kedua ke arah Yaka. “Itu kecelakaan, sapi!!!”
“Nih yah Do, gw kasih tau,” Yaka melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. “Kayla itu sebenernya anak baik lagi. Sopan, manis, dan kritis juga.”
Dodo memindahkan tubuhnya ke atas ranjang, mendekap bantal, dan mendengarkan.
Yaka meneruskan kembali, “Cuman baru-baru ini dia dikhianati sama pacarnya sendiri,”.
“Oh ya??” Dodo membetulkan posisinya, mendengarkan lebih seksama.
Yaka mengangguk. “Kata abangnya begitu. Padahal udah lama pacarannya. Cuman gw ga tau gimana detilnya. Mungkin karena itu dia masih belum bisa ngelupain mantannya, jadi dia agak-agak judes gitu,” lanjut Yaka. “Tapi satu yang pasti Do...” ia mendekati Dodo dengan berbinar. “Lo punya kans yang kuat buat dapetin dia,”
“Ah elah.. Udah ah gw ngantuk” Dodo memasukkan tubuhnya ke dalam selimut dan berbaring.
“Eh tunggu dulu dong, Do.” Yaka mengguncang tubuh Dodo yang memunggunginya. “Jadi lo suka kan sama Kayla? Gw dukung Do..”
Dodo berbalik menghadapnya. “Seperti yang elo bilang, dia anak yang baik. Gw suka sama sifatnya,”
“Kalo cinta?” tanya Yaka penasaran. Dodo menghindar membalikkan badannya kembali. Yaka tidak putus asa, ia mengguncang-guncang Dodo.
“Eh mbul, cinta kagak?” Yaka terus mencoba.
“Sedikiit” jawab Dodo sekenanya.

Yaka tertawa terbahak di samping Dodo yang tengah berjalan menuju gerbang mimpinya. Dodo, dodo. Akhirnya ia bisa menemukan seseorang yang bisa menggetarkan hatinya, mengguncangkan sebagian sel saraf otaknya. Bersahabat dengan Dodo laksana memiliki seorang saudara kembar. Entah kenapa kami dapat jatuh cinta di waktu yang sama. Syukurlah itu bukan wanita yang sama. Semoga saja.
-* *-

Episode 24: Cemburu

“Udah pulang?” tanya Dewo.
“He eh” Iya menatap dua buah lampu merah yang berasal dari mobil Yaka yang semakin mengecil. Hatinya kalut, apakah mas Dewo melihat mereka tadi?

Dewo menghampiri Ega dan memeluknya. Mereka laksana sepasang penari di bawah temaram cahaya bulan.

“Maaf yah udah bikin kamu repot dengan persiapan pernikahan kita,” Dewo mengecup keningnya.
“It’s OK honey. Ada Yaka juga yang nemenin aku,” Ega tersenyum manja.
“So, hari ini kamu cari apa aja?”
“Hmm.. apa yah? Cuman cari gaun aja. Belum ada yang cocok.” Ega mengenggam tangan Dewo yang keras.
“Sampe malam begini?”
“Ya enggak. Tadi nemenin Yaka shooting dulu. Terus baru ke tempat desainer.”
“Hoo...” Dewo bergumam penuh arti.
.....

Tiba-tiba Ega melepaskan pelukan tunangannya itu. Ada emosi meluap di dadanya. “Kamu cemburu yah?”
Dewo tersenyum, “Menurutmu bagaimana?”
“Ya dan tidak,”
“Maksudnya?” Dewo tidak mengerti.
“Ya, kamu cemburu. Tapi kamu nggak seharusnya cemburu,” nada Ega mulai tinggi.

Dewo mengenggam tangan Ega. Mengecupnya. “Sebagai calon suami, seharusnya aku nggak cemburu, gitu?” pertanyaan Dewo sungguh tenang dan dalam.
“Ya dan tidak,”
“Apa lagi sayang?” Dewo merangkul kembali wanita pencuri hatinya, tapi Ega menampiknya.
“Ya, kamu seharusnya cemburu. Tapi kamu nggak patut kayak gitu ke Yaka!” raut muka Ega mulai berlipat-lipat.

Semua sunyi. Tidak ada balasan dari Dewo. Ia hanya diam, menatap langit malam dan memeluk Ega yang tengah emosi.
“Kamu percaya sama aku dong, hon...” suara Ega mulai lirih. Ia seperti ingin menangis.
“I trust you.” Dewo meletakkan tangan tergenggam itu di dadanya. “I Love You” ia membisikkan kata itu ke telinga Ega.

Ega tersenyum getir. Malam ini, dua orang telah mempercayakan suatu hal yang amat berat untuk dibagi menjadi dua bagian yang sama besar. Hal yang ingin ia bagi, meskipun ia sendiri tak ingin terbagi. Cinta yang ia miliki, yang tertaut pada tiga hati.
-**-

Episode 23: Sembilan

Pas. Rasanya angka itu merupakan angka yang istimewa saat ini. Jumlah dentangan yang keluar dari jam besar di sudut ruangan, jumlah pigura yang terpajang di atas televisi, jumlah tuangan kopi yang bolak balik ditawarkan oleh Pak Imron, seolah suatu kebetulan yang disengaja. Satu yang pasti, tokoh kita yang satu ini sedang kurang kerjaan.

“Mau ditambah lagi den kopinya?” suara Pak Imron membuyarkan lamunan tentang ‘the great 9’.
“Oh udah Pak, ga usah. Nanti saya ambil sendiri” ujarnya sambil tersenyum.

Seiring dengan perginya Pak Imron, muncullah seorang wanita paruh baya. Kerutan yang tergores samar di sudut matanya, tidak mengurangi keanggunannya. Wanita itu tersenyum, dan kemudian menuju ke pintu depan. Ia berdecak kesal, seolah menunggu sesuatu yang tak kunjung datang.

“Emangnya kamu ga telpon dulu, Wo?”
“Udah sih Tan, tapi ga aktif. Mungkin baterainya abis,”
Wanita itu duduk disampingnya. “Jangan panggil tante dong,” pintanya menggoda. “Mama aja..,”
“Hehehehe,” Dewo hanya bisa tertawa malu.
“Akhir-akhir ini dia sibuk pergi terus. Sepertinya menyiapkan pernikahan kalian,”

Dewo diam, mendengarkan cerita calon mertuanya ini dengan serius.

“Kasian, Wo. Kamu temenin dong. Kan yang mau nikah kalian berdua,”
Dewo tersenyum, “Ya, semenjak pulang ke Indonesia, kerjaan Dewo cukup banyak, Tan”

Wanita itu mengernyitkan alisnya.
“Eh.. Ma.” Dewo meneruskan. “Lagipula, kita udah sepakat kalo semua konsep pernikahan, terserah Ega aja. Sebagai pihak mempelai pria, saya mendukungnya,”

“Mendukung.. mendukung.. emangnya Pemilu??” suara lembut lainnya memecahkan kekakuan. Ega menghampiri Dewo dan duduk menggelesor disampingnya. Kepalanya disandarkan pada tubuh Dewo yang bidang. Ia tak peduli pada keadaan, yang ia mengerti hanyalah ia kelelahan. Capek mampus..

Sesaat kemudian Yaka datang membawa setumpuk tas belanjaan. Ia tak menyadari kehadiran Dewo di sana.

“Hai, Ka,” Dewo mencoba memulai pembicaraan.
Yaka menoleh, ia terkejut melihat pria itu berada dalam pelukan Ega. Jemari tangan Dewo gemulai mengusap rambut Ega yang kemerahan. Ada raut yang berubah dari wajah Yaka.

“Hei Wo. Pa kabar?” tanya Yaka seraya menenangkan hatinya.
“Baik. Lo gimana?”
“Woo.. artis sibuk dia, Mas. Tiap hari stripping, tiap hari stripping. Lama-lama dia striptease kali,” Ega memotong pembicaraan. Sementara Dewo mengernyitkan senyum mendengarkan penjelasan kekasihnya.

“Enak aja, ada juga nemenin tuan putri nih..” Yaka meninju pelan lengan Ega. “Mau nikah koq kayak mau beli dagangan, banyak nawar. Sadis banget lagi nawarnya.”

Ega mencibir. Mama Ega tersenyum. Yaka sudah ia anggap sebagai anak sendiri. Ia bangga melihatnya mampu melindungi putri semata wayangnya. “Lha terus kamu kapan dong, Ka? Mamamu sering cerita sama Tante, dia kepengen cepet-cepet nimang cucu,”

Yaka memandang Ega sejenak. Ega mengacuhkannya. Ia tersenyum dan kemudian berjalan menuju orang yang merupakan ibu ketiganya, setelah mamanya dan nyak nya si Dodo. Ia memegang kedua tangan wanita itu dengan lembut. “Tante kasih Ega adik perempuan, nanti aku bakal jadi menantu Tante. Biar aku musti ngijon, ga papa deh,” ia mengecup tangan itu. Serentak tawa membahana di ruangan itu.

Bulan semakin meninggi. Yaka berpamit kepada orang-orang yang ada di ruangan itu. Ia berjalan keluar, diiringi oleh Ega yang mengikutinya dari belakang.

“Ka..”
Yaka menoleh. Ia baru saja membuka pintu mobilnya.
“Thanks udah mau nemenin,”
“Koq ngomongnya gitu?”
“Ya ga papa, emang ga boleh?”
“Kesannya gw bakal ga nemenin lo lagi?” ada nada ketus di tanyanya
“Bukannya git..”
“Atau emang udah ga boleh?” ia memotong perkataan Ega yang tampak tak mampu berkata-kata .

....
....
Ega tampak mulai ingin menangis. Yaka buru-buru memegang pipinya dan mengusap matanya yang berair.

“Maaf.. cuman becanda. Gw cuman takut kehilangan elo Ga.”
“Ga akan. Percaya deh.” Ega menggenggam tangan Yaka erat.
“I trust you.” Yaka meletakkan tangan tergenggam itu di dadanya. I Love You. Kalimat yang terakhir ini hanya tercekat di tenggorokan Yaka.

“Ka..”
Yaka membuka kaca mobilnya.
“Take care.”
Yaka mengangguk, tersenyum dan berlalu.

You know it’s true...
Everything I do..
I do it for you.


“Ga...”
“Mas??” Ega terkejut melihat mas Dewo telah ada dibelakangnya.

-**-

Episode 22: To Me You Are Perfect


Pintu teater telah dibuka. Orang-orang berduyun-duyun keluar, salah duanya Dodo dan Kayla.

“Ehm.. mau makan malam Kay?” Dodo menawarkan diri
“Aduh gimana yah.. Aku tadi udah makan” Kayla mencoba untuk menolak dengan halus.
”Kalo gitu temenin aku makan aja deh. Heheheehehe”
”Idih kayak anak kecil aja,” ia meledek Dodo. Sesungguhnya ia benar-benar enggan untuk makan malam.
”Bukan gitu. Kalo ga ada kamu siapa yang mau bayarin?” Dodo ngelesh.
”Jadi gitu? Katanya kemaren ga mau ditraktir?” Kayla meledek lagi.
”Kamu tau, kata pepatah, kemarin adalah kenangan, hari ini kenyataan, dan masa depan adalah misteri. Kenyataannya aku laper dan ga punya uang, dan suatu misteri kalo sampe semenit lagi aku pingsan di hadapan kamu.” Dodo mulai menyeret Kayla.
”Iiiya iya, ga usah tarik-tarik!” Kayla meronta melepaskan tangannya.
”Eh maaf..” Dodo merasa bersalah. Ia menghentikan langkahnya. ”Kalau kamu ga mau ga papa deh, kita pulang aja.”
Kayla menenangkan dirinya. Sesaat tadi ada rasa panik dan ketakutan yang menyergap dirinya. ”Kalo kamu pingsan di depan aku, ga ada yang kuat gotong. Ayo ikut aku, aku tau tempat enak di sini,” Kayla berjalan mendahului Dodo. Sementara Dodo tersenyum dan mengikutinya.

Restoran itu cukup nyaman, dengan suasana musik yang mengalun perlahan. Dodo dan Kayla tampak asyik berbicara sambil menyantap hidangan yang ada.

”Katanya ga mau makan?” Dodo meledek.
”Yang udah lewat kenangan, kenyataannya sup ini enak banget. Sluurp” Kayla menyeruput kuah supnya.

Dodo tersenyum. Wanita di depannya ini sangat ekspreksif sekali ketika menikmati supnya.

”Gimana menurutmu filmnya?” pertanyaan Kayla membuat lamunan Dodo buyar.
”Ehm So So,” jawab Dodo. “Dari segi gambar bagus banget. Dari segi cerita bikin ngantuk,”
“Hehehe aku juga tuh. Abis bahasanya kaku banget,” sahut Kayla
“Mungkin kata pengamat-pengamat film itu bagus, tapi kalo aku rasa si engga buat konsumennya,” Dodo memberikan pendapatnya. ”Kamu sendiri suka film kayak apa, Kay?”

“Ehm.. komedi romantis,” jawab Kayla sambil mengunyah. ”Notting Hill, Just Like Heaven, Two Weeks Notice, ya kayak gitu lah..”
“Love Actually,” tanya Dodo sambil menyuap nasi goreng ke mulutnya.

“Aehm..” Kayla mengeluarkan bunyi persetujuan dengan kedipan mata dan anggukan yang anggun. Makanannya kini sedang dalam perjalanan di kerongkongan untuk kemudian menuju ke lambung. Matanya mengerjap, berusaha mempercepat awal dari proses pencernaaan itu. Dodo terkekeh. Hampir saja nasi itu menyembur dari mulutnya.

“Bangett..” ujar Kayla begitu ia mulai dapat bersuara. “Apa lagi pas si Mark nunjukin kertas TO ME YOU ARE PERFECT itu. Romantis banget”
“Kiera Knightleynya juga cantik” sahut Dodo sambil menangkupkan sendok dan garpunya. “Mirip Febi Febiola yah?”
“Ngaco kamu..” jawab Kayla sambil mengelap mulutnya. Ia tersenyum. Entah mengapa jika bersama pria yang satu ini, pembicaraan tidak ada habisnya. Tapi ia tidak takut untuk merasakan lebih. Dodo hanyalah teman biasa. Sahabat dari Mas Bisma yang sangat ia hormati.

Kayla menarik napas panjang.
“Kenapa Kay?” tanya Dodo. “Capek?”
“Eh engga. Ini cuman kekenyangan aja.” Kayla buru-buru menghapus risaunya. “Pulang sekarang yuk. Ntar kemaleman”
“Ya udah, biar aku bayar dulu yah.” Dodo menggeser kursinya.
Kayla buru-buru berdiri. “Eh ga usah. Biar aku yang bayar,”
“Jangan ah, masa orang makan berdua yang bayar ceweknya?” Dodo tersenyum. Ia mulai beranjak dari meja. Tapi Kayla buru-buru mencegahnya.
“Emangnya kita nge-date? Lagian tadi kamu kan yang nyuruh aku bayarin?” ada ekspresi gusar di wajahnya. “Udah biar aku aja,” Kayla buru-buru berjalan ke meja kasir.

Dodo bingung. Perempuan ini gampang sekali berubah. Tadinya ceria, kemudian berubah menjadi wanita yang judes. Ia duduk kembali. Tiba-tiba mukanya berubah sumringah. Ia mengambil pulpen dari kantongnya, mengambil tissue dari mejanya, dan kemudian menuliskan sesuatu di atas tissue itu. Di lihatnya Kayla dari kejauhan. Dodo kembali tersenyum.

Dodo menghampiri Kayla yang masih sibuk di meja kasir.
“Lama amat, kurang duitnya yah..?” Dodo meledek.
“Enak aja.. “ Kayla balas mencibir. “Justru uangnya kegedean. Kembaliannya susah,”
“Iya deh. Nih jaketnya ketinggalan.” Dodo menyerahkan jaket Kayla. Sisa-sisa parfum Kayla yang menggelitik hidung Dodo masih menempel di jaket itu.
“Dah yuk pulang,” ajak Kayla sambil memakaikan jaketnya.

Mereka berjalan menuju pintu keluar gedung mal itu. Namun, sampai depan pintu keluar Kayla berhenti. Ia menatap Dodo.
“Thanks yah udah mau nemenin” ujar Kayla sambil tersenyum.
“Sama-sama. Aku anterin pulang yah?”
“Eh ga usah. Aku pulang sendiri aja. Gampang koq,” Kayla menolak dengan halus.
“Ga papa. Beneran,” Dodo masih berusaha membujuk.
“Ga usah deh, lagian kita ga searah.” Kayla mencoba untuk ramah.
Dodo menyerah. Ni cewek kenapa sih?. Ia pamit dan kemudian berlalu.

Kayla kemudian berjalan keluar sambil melongok-longok berharap bis menuju rumahnya cepat datang. Dirogohnya jaketnya mencari sekeping dua keping recehan untuk menggenapkan ongkosnya. Tak ada kepingan disana. Hanyalah selembar tissue makan bekas restoran tadi yang terlipat rapih. Ia tidak ingat bahwa ia pernah mengantungi tissue di restoran itu. Dari atas, ia dapat melihat rembesan tinta yang masih basah. Penasaran, Kayla membukanya.

To me you are perfect :p


Dodo. Ini pasti perbuatan Dodo. Ia tersenyum. Nampaknya tulisan itu membuatnya tersanjung. Dalam senyumnya, ada rasa getir yang kemudian berubah menjadi pahit. Senyumnya kemudian berubah menjadi kedukaan. Matanya berkaca-kaca. Sejenak kemudian ia membuang tissue itu dan berjalan kembali.

-**-

Episode 21: Halo!

Krrringg…
“Halo, majalah Halo.”
“Mbak Aya?” suara diseberang sana bertanya. Tidak perlu dijelaskan siapa dia, tidak penting dalam cerita ini.
“Iya,”
“Ada telpon mbak,”
“Dari siapa?”
“Cowok. Ciieehhh..”
“Siapa sih? Tora Sudiro janjian ketemunya besok koq.. Hehehehehe”
“Meneketehe. Terima ga nih?”
“Ya udah,”

Krrringg…
“Halo, majalah Halo.”
“Bisa bicara dengan Ibu Kayla?”
“Ya saya sendiri, dengan siapa yah saya bicara?”
“Ini Ridho. Halo,”
“Ya benar, ini majalah Halo,”
“Bukan, maksudku Halo, apa kabar?”
“Oh kirain Halonya Halo,”
“Duh pusingnya telepon majalah kamu. Dari operator sampe ke ke kamu semuanya Hola Halo Hola Halo,”
“Maaf bapak Ridho, ada keperluan apa yah?”
“Eh.. ehmm enggak. Saya cuman.. cuman pengen bilang tulisan kamu di majalah edisi ini menarik sekali”
“Terima kasih. Itu memmm…. Tunggu deh.. ini Mas Dodo yah?“
“Hehehehe galak amat, Kay“
“Hihihihi maaf mas, soalnya biasanya ada tukang iseng. Lagian pake ngaku-ngaku Ridho segala sih. Bilang aja Mas Dodo..”
“Dodo aja, Kay. Lebih enak dengernya.”
“Oh iya, lupa. Maap”
“Ga papa. Lagi sibuk, Kay?”
“Yah biasa, Mas. Namanya juga kerja di media. Tadi abis rapat redaksi. Sekarang lagi istirahat aja sih,”
“By the way, ga nyangka juga akhirnya kamu nulis soal tugu Jakarta itu”
“Hehehehe makasih yah mas, Do. Kata bos aku ceritanya ngejual. Lagian banyak juga anak remaja sekarang yang ga peduli sama hal kayak gitu. Paling sering lagi, tugu-tugu itu jadi sasaran aksi vandalisme”
“Setuju,”
“So.. musti kasih imbalan apa?”
“Imbalan?”
“Iya dong.. Mas, eh Do, ehm.. kamu kan udah kasih inpirasi buat aku.”
“Ngga usah ah, lagian itu cuman selentingan ide di kepala aku aja koq..”
“Ya.. jangan gitu dong..”
“Beneran, ga usah,”
“Kalo gitu gimana kalo temenin aku ngeliput lagi aja,”
“Tentang?”
“Film,”
“Ehmm.. “
“Eh, kalo ga bisa ga papa lho..”
“Kapan?”
“Besok malem.”
“Tempat?”
“TA”
“Ya udah,”
“Deal?”
“OK. Deal. Ya udah deh sampai ketemu besok,”
“OK.”
“Met kerja yah,”
“Makasih sekali lagi loh..”
“Met siang”
“Siang…”

Krrringg…
“Halo, majalah Halo.”
“Aya yah?”
“Firman yah?”
“Ho oh”
“Kebetulan man. Review film itu biar gw yang ambil deh. Ntar abis makan gw ambil tiketnya di ruanganlo,”
…….

-**-

Episode 20: Official Newspaper

Matahari telah lama masuk dari kisi-kisi jendela dan menggariskan tekstur-tekstur jingga di dinding ruangan yang semakin lama semakin melebar. Ruangan itu lebih bisa dikatakan sebagai kandang dibandingkan dengan kamar. Di kamar itu, di sudut ruangan itu, teronggok sebuah sansak tinju yang, oh tidakk dia bergerak! Menggeliat ke kanan dan kiri. Ealah ternyata Dodo tho..’

Dodo bangun dalam gelisahnya. Sudah tiga minggu ini bangun paginya dihinggapi rasa nelangsa. Suara-suara fals di siang hari yang biasanya kerap terdengar seantero kampung, sekonyong-konyong lenyap. Dodo seolah bisu mendadak. Ia lebih banyak merenung, berpikir dalam diamnya. Terkadang ia tersenyum sendiri, persis orang gila.

“Oii Do, bengong aje..”
“Eh nyak.. Udah lama disitu?” Dodo terkekeh.. Ia tidak menyadari nyaknya berada di depannya selama beberapa lama.
“Lo kenape Do? Kalo ade peroblem, masale gitu.. Cerita aje sama nyak..” Nyak begitu khawatir putra satu-satunya ini disembelih layaknya ayam yang bengong.. Hehehehe..
Edo tersenyum “Kagak kenape-nape nyak..”
“Ya udah, sekarang tulungin enyak beli ketumbar di warungnya Pok Mimin sane.. O iye, beli juga koran buat babelu”, sahut Nyak sambil menyelipkan beberapa uang kertas ke telapak tangan Dodo.
“Sarapan dulu lah nyak..”
“Sarapan? Ude jam brape Do?? Tunggu aje sejem lagi, udah lanch”
“Duilee nyak.. Sok pake ngomong bahase Inggris..” Dodo tertawa mendengar nyaknya mengucapkan kata ‘lunch’.
“Lah, jelek-jelek gini, nyak dulu tu ibu pejabat, Do.”
“Pejabat ape?”
“Pejabat Pembuat Akte Tanah. Tuh kayak bu Yayuk tetangge kite.. Hehehehehe” nyak nyengir..

Dodo tertawa, sementara Nyak telah meninggalkannya. Ia bersyukur memiliki seorang Ibu yang pengertian. Perempuan yang tidak memiliki ilmu yang tinggi tapi mampu menjadi penjaga, maupun juru bicara keluarga. Nyak selalu menjadi orang yang mampu menghadirkan tawa di tengah keluarga.

Dodo berjalan menyusuri kampungnya. Ia menghampiri lapak koran dan membeli koran yang telah menjadi official newspaper untuk keluarganya. Tampaknya hari ini headlinenya lain dari biasanya.

Cowok Jalan Sama Ceweknya
Ceweknya Digodain Orang
Cowok Berantem
Ditusuk Mati.
Cowok Idup Lagi
Ditusuk Mati.
Cowok Idup Lagi
Ditusuk Mati.
Cowok Idup Lagi
Ditusuk Mati.


Ya ampun.. panjang bener.. judulnya.

Dodo membalik korannya. Berharap menemukan hal yang lebih menarik di sana.

Bisma Rayaka Punya Gandengan Baru
dipergoki asyik indehoy di monas


Hff hff hff.. Dodo mencoba untuk menahan tawanya.
Dasar wartawan gosip kurang kerjaan..
Pake kata indehoy lagi..

“Bwahahahahahaaha..” Dodo tidak mampu lagi menahannya.. Air mata mulai tergenang di pelupuk mata. Tapi tawanya seketika reda. Ia teringat kembali kejadian 3 minggu yang lalu di monas. Kejadian yang kini memberikan rasa getir dalam hatinya, dalam hidupnya.

“Bang… bang.. oi. Jangan dipegang-pegang doang korannya. Jadi beli kagak?”
“Eh.. i iya bang. Nih” Dodo tersadar dari lamunannya dan kemudian menyerahkan uangnya.

Sembari menunggu kembalian, ia menyusuri koran dan majalah yang terpajang di lapak itu. Secara tak sengaja, ia menemukan sebuah majalah dengan topik yang tak asing dikepalanya. Diambilnya majalah itu, dibukanya dan wajahnya berubah menjadi sumringah ceria.

-**-

Episode 19: Chat

b1zm4r4y4k4 is online
emerald_ega: hai..
b1zm4r4y4k4: eh hai..
emerald_ega: baru pulang?
b1zm4r4y4k4: iya..
emerald_ega: malem banget?
b1zm4r4y4k4: hari ini banyak scene yang musti beberapa kali take.
b1zm4r4y4k4: rada ga enak badan sih, jadi kurang konsen.
emerald_ega: ck.. ck.. ya udah sana istirahat..
b1zm4r4y4k4: ga mau :P
emerald_ega: ngapain pake online-online lagi..
b1zm4r4y4k4: kan ada elo.. kangen nih. Udah hampir seminggu yah kagak ketemu..
emerald_ega: halah.. orang yang 7 tahun aja gak ada kangen-kangennya..
emerald_ega: dasar playboy..
b1zm4r4y4k4: enak aja!!
b1zm4r4y4k4: Iya kangen..
b1zm4r4y4k4: Gw mah tipe cowok setia. Cukup 1 aja..
b1zm4r4y4k4: 1 lusin.. :P
emerald_ega: :))
emerald_ega: Btw, ka.. Si Dodo gimana?
b1zm4r4y4k4: Gimana apanya?
emerald_ega: Hubungannya sama si Kayla..
b1zm4r4y4k4: Oh..
emerald_ega: Udah ampe mana nih ceritanya?
b1zm4r4y4k4: Ga tau gw, si Kiki juga ga cerita apa-apa..
emerald_ega: Oh..
b1zm4r4y4k4: Biasanya dia cerita kalo kenapa-napa.
emerald_ega: Wah,
b1zm4r4y4k4: Lagian gw juga udah cerita soal kejadian di monas
emerald_ega: Jjiieh.
b1zm4r4y4k4: Hahh?
b1zm4r4y4k4: :-?
emerald_ega: Udah saling berbuka hati nih sama Kiki.. :->
emerald_ega: Udah jadian sanaaa..
b1zm4r4y4k4: What?
emerald_ega: :))
b1zm4r4y4k4: Kiki cowok Ga..
emerald_ega: Gw juga ga bilang lo harus jadian sama cewek kan ka.. :->
emerald_ega: =))
b1zm4r4y4k4: Semprul.
b1zm4r4y4k4: Udah kemana lagi di Jakarta?
emerald_ega: Yah, paling ke rumah orangtuanya Mas Dewo, terus ke rumah sepupu gw dan kenalan sama keluarganya mas Dewo..
emerald_ega: BUZZ!
emerald_ega: Ka? Koq diem sih?
b1zm4r4y4k4: Sorry tadi ngambil minum bentar
b1zm4r4y4k4: Udah siap-siap yah :->?
emerald_ega: Ga juga sih.. Palingan cuman liat-liat dulu.. Survey survey.. gitu..
emerald_ega: Lagian masih lama kan masih 7 bulan lagi?
b1zm4r4y4k4: Lo udah mantep bener?
emerald_ega: Maksudnya?
b1zm4r4y4k4: Yah, ini kan bakal lo lakukan Insya Allah sekali seumur hidup..
b1zm4r4y4k4: Biasanya saat kayak gini justru yang bikin banyak pasangan ragu.
b1zm4r4y4k4: Dia bener jodoh gw ga yah..?
b1zm4r4y4k4: Lo harus bener-bener yakin ga sama pilihanlo..
b1zm4r4y4k4: BUZZ!
b1zm4r4y4k4: Ga oii…
b1zm4r4y4k4: BUZZ!
b1zm4r4y4k4 is sign off
emerald_ega: Sori ka.. Gw ga sadar..

Ega menutup window messenger-nya. Pandangannya nanar menatap layar komputer. Blog Yaka kini ada dalam hadapannya, dalam untaian bait-bait kata nan indah.

Katakan padanya wahai semesta
Katakan aku mencintainya.
Katakan pada putri dalam kastil istana
Katakan aku kan membebaskannya.


-**-

Episode 18: Katakan Cinta

Kukatakan cinta pada surya
Agar apinya dapat menghangatkannya
Kukatakan cinta pada bintang
Agar sinarnya dapat menerangkannya
Kukatakan cinta pada angin
Agar semilirnya dapat menenangkannya

Katakan padanya wahai semesta
Katakan aku mencintainya.
Katakan pada putri dalam kastil istana
Katakan aku kan membebaskannya.

Katakan aku mencintainya
Seperti kulihat diriku di cintanya.

-**-

Episode 17: Miliknya yang Terdalam

Malam telah larut, dan bulan menampakkan keindahannya. Suasana cukup sepi di sekitar situ. Yang terdengar hanya bunyi jangkrik yang bernyanyi di indahnya malam. Tak lama kemudian terdengar deru mesin mobil melaju perlahan kemudian berhenti di depan sebuah rumah.

"Makasih semuanya," Kayla bangun dari duduknya dan keluar. Secara refleks, Dodo pun mengikutinya.
"Ga mampir dulu?" Kayla menawarkan diri.

Semua terdiam. Yaka menoleh pada Dodo yang masih berdiri di luar. Ega pun demikian. Dodo tersadar, semua menunggu jawabannya. "Eh.. ehm.. ehm.. Ga usah deh.. Udah malem." jawabnya.

"OK deh kalo gitu. Sekalilagi makasih yah."
"Kay," panggil Dodo. "Salam buat Patung Pembebasan Irian Barat" ia tersenyum, dan kemudian masuk ke dalam mobil.

Tidak ada jawaban dari Kayla. Ia pun hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah.

"Ciiiieeehh gentle banget nih, pake ikut keluar lagi". Ega menowel Dodo, menggodanya.
"Maksudnya Jeng?"
"Ah.. keliatan lagi Do.. " Yaka tak kalah dahsyat menggodanya.
"Ooh Kayla? Hehehehehe.. Ga tau ah. Liat aja nanti"
"Sekarang kan lo dah punya alamat rumahnya.. Dah bisa ngapel doong" Yaka terus saja menggoda.
Dodo tersenyum, "Jangankan alamat rumah, yang paling dalem dari dia juga ada di gw.."
Yaka dan Ega tidak mengerti. "Maksudnya?"
"Itu..." Dodo mengubah posisi duduknya agar bisa terlihat oleh kedua sahabatnya. Kemudian ia menggambarkan segitiga dengan dua tangannya.
"Apa ah.. Ga ngerti.." Ega protes. Dahinya berkerut.
"Di Bandara.. Inget kan?" kali ini ia mengulang lagi penggambaran segitiga itu.
"Haaa?" Yaka dan Ega berteriak serempak. Dan semuanya tertawa terbahak..
“Jadi G-String itu....??” Ega tak dapat meneruskan lagi. Ia sudah kembali terbahak..
"Jjjjiieeeh Dodooo.. " Yaka semakin bersemangat menggoda.

Dodo tak lagi menanggapi. Ia kencangkan suara radio tape agar suara-suara menggoda itu tak hinggap lagi di telinganya. Terlebih agar ia dapat mendengarkan suara hatinya yang bersenandung bahagia.

There used to be a greying tower alone on the sea.
You became the light on the dark side of me.
Love remained a drug that's the high and not the pill.
But did you know,
That when it snows,
My eyes become large and
The light that you shine can be seen.


-**-

Saturday, September 27, 2008

Episode 16: Selamat Datang di Jakarta

Angin berhembus kencang siang itu. Ega mencoba merapikan rambutnya, tapi sia-sia. Ia berhenti sejenak untuk berkonsentrasi dengan rambutnya. Tapi tangan Yaka sudah meraihnya. Ada desir aneh yang terasa saat tangan itu merengkuh tubuhnya. Rasa yang berbeda dengan rasa ketika Dewo memeluknya. Senang, sedih, getir.

Mereka sampai ke suatu tempat dengan sebuah teropong di sana.

"Selamat datang di Jakarta" Yaka tersenyum, mencoba menirukan suara seorang presenter.
Ega tersenyum. Ia meraih teropongnya, melihat keindahan ibukota.

"Keren yah.."
"Ya, walau ga sekeren Hongkong sih". Yaka mencoba merendah.
"Ah sok tau lo.. Kayak pernah ke Hongkong aja.." Ega mengejek. Kemudian kembali ke teropongnya.

"By the way, elo musti ajak Dewo ke sini"
Ega tercekat dan menoleh. Tanpa suara.
"Kalau malam hari berdiri di sini, bermandikan cahaya lampu Jakarta, romantis bukan?"
Ega mulai tertawa kecil. Dia tersenyum. "Kenapa ga kamu aja? Sama itu tuh.. si Kayla" ia mulai menyindir.

Yaka mulai menangkap nada cemburu dari pertanyaan perempuan di depannya ini. "Kayla? Hahahaha.. kamu cemburu yah?"
"Hah?? Sembarangan!!" Ega merengut.
"Kayla itu adiknya lawan main aku di sinetron, Kiki. Mereka hanya hidup berdua. Ayah dan ibunya bercerai, dan mereka memutuskan untuk tidak ikut keduanya." Yaka mencoba menjelaskan.
"Oh ya kalo gitu sama kakaknya lah.." Ega menjawab sekenanya.
Yaka tersadar, perempuan ini benar-benar cemburu. "Lo bener-bener cemburu, Ga."
"Maksudnyaaa?"
"Iya, cemburu. Kiki itu laki ga, Rizki namanya."

Ega tergagap. Buru-buru ia mengalihkan pembicaraan agar semuanya tetap pada tempatnya. Ia sedang tidak ingin bermain dengan perasaannya. "Gw cemburu supaya elo cari pacar, say. Susul gw. Elo kan paling tua diantara kita bertiga. Bayar uang langkahan artis tuh mahal.." Ega mengelus pipi temannya itu. Temannya yang kini bagaikan musuh yang siap mengiris hati. Betapa sulit baginya untuk mengucapkan kalimat itu. Ia berbalik, berharap raut mukanya tidak berubah. Setidaknya tidak terlihat. Tapi keadaan membuatnya bertambah sulit.

"Udah cukup. Ga usah bahas itu lagi. Gw udah ketemu koq sama pujaan hati gw. Putri dalam kastil yang sedang ingin gw selamatkan." tangan itu mulai mendekap Ega dari belakang. Ega hanya bisa diam seribu bahasa. Tak bergerak. Berkaca-kaca.
-**-

Episode 15: Tugu Tugu Jakarta

Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno Hatta


"Duh.. kalo denger ini gw merinding." Ega memegang tengkuknya. Ia dan yang lainnya baru saja mendengar rekaman suara Bung Karno saat membacakan teks proklamasi.

Mungkin bagi orang Indonesia yang tinggal di Indonesia, mereka tidak merasa istimewa dengan hal-hal seperti ini. Tapi bagi Ega dan orang-orang lain yang tinggal lama di negeri orang, sekecil apapun hal-hal nasionalisme yang terpercik bisa menimbulkan kehangatan dan kerinduan akan kampung halaman.

Ega berdiri.

"Ada satu lagi yang selalu bikin gw merinding"
"Pasti suara gw.." Dodo mencoba menebak
"Bukan"
"Kalo gitu Pocong," Dodo menebak lagi
"Sembarangan"
"Genderuwo? kuntilanak? Wewe Gombel?"

Ega melotot. Dodo nginyem.
"Abis apaa doong?" Dodo menyerah.

Ega berputar-putar layaknya balerina. Matanya terpejam. Mulutnya menyanyikan sebuah lagu nasional.

Tanah Aiir Kau tidak kulupakaaan
Kan terkenaaang selaama hidupkuu


Dodo, Yaka, dan Kayla berpandangan. Mereka merapatkan duduknya.

"Gawat, ka. Sebelum dia diciduk security mendingan kita cabut." Dodo memberi usul.
"OK deh. Kita ke atas yuk." jawab Yaka.

Biarpun sayaaa pergi Jauuh
Tidak kan hilang dari kalbuuu


"Tapi aku di sini dulu yah mas.. Aku pengen liat diorama dulu." Kayla memohon izin.
"Ya udah deh. Do lo temenin Kayla yah.." Yaka mulai berdiri. Ia was was melihat Ega yang mulai dikerumuni masa..
"Ho oh"

Tanahku yang
Kucin...


Sssett.. Yaka menggamit tangan Ega dan langsung membawanya jauh-jauh dari situ...

Tai!!!!! sisa lagu dengan suara out of pitch itu terdengar dari kejauhan.

Sesaat kemudian suasana menjadi hening. Yang tersisa hanyalah gelengan kepala para pengunjung yang baru saja melihat suatu fenomena aneh.

Kayla beranjak menuju ruang diorama. Dodo mengikutinya. Ruang diorama seperti lorong. Di lorong itu terdapat kaca-kaca di dinding kiri dan kanannya. Tidak ada pembicaraan di antara keduanya. Masing-masing berada dalam kecanggungan.

"Kamu kenal Yaka, ehm.. maksud aku Mas Bisma dari mana?" Dodo mencoba memecahkan kesunyian yang ada.
"Oh, Mas Bisma temennya kakakku, Mas" Kayla menjawab. Tatapannya masih tertuju ke patung-patung kecil di depannya. "Mereka satu sinetron sekarang,"
Dodo menghampiri. "Panggil Dodo aja."
Kayla menoleh. Ia mengangguk dan tersenyum. Kemudian memalingkan mukanya kembali.

"Cewek kayak kamu kenapa ada di Monas?" Dodo mulai membuka percakapan lagi.
"Cewek kayak aku?" Ia menoleh lagi. Kali ini dengan tatapan yang agak tajam ke arah Dodo.
"Ya m..maksud aku, jarang-jarang ada anak muda yang masih minat dateng ke Monas." ia mencoba menjelaskan.

Kayla meninggalkan Dodo, dan beranjak ke diorama yang ada di belakang mereka.
"Aku ada liputan tadi. Aku wartawan".
"Oh wartawan.." Dodo berbalik. Sekarang yang tampak di depannya adalah bagian belakang tubuh Kayla. Dalam tempaan temaram cahaya, tubuh itu membentuk siluet indah.
"Iya tapi rusak gara-gara jambret sialan .." sungut Kayla.

"Kenapa kamu ga liput aja tentang tugu-tugu jakarta?" Dodo beranjak menghampirinya.
Kayla menoleh. Ada rasa penasaran di raut wajahnya. "Maksudnya?"
"Kamu tahu gak mitos Monas ini?"
Kayla menggeleng.

"Kamu tau kan tugu ini dibangun oleh Soekarno?" ujar Dodo. Kali ini ia memaksa matanya untuk tidak melihat ke arah Kayla.
"Iya. Terus?" mata Kayla terus menatap Dodo
"Konon, ini bisa dilihat oleh Soekarno dari istana." Dodo menoleh. "Dan dari sana, tugu ini menyerupai seorang wanita."

Kayla berpikir sejenak. "Ah masa sih?? Bohong ah." Kayla tidak percaya. Ia pergi meninggalkan Dodo, menuju Diorama yang ada di sebelahnya.
"Namanya juga mitos. Mana kita tau bener atau engga kan?"

Dodo melanjutkan lagi.

"Kamu tau gak mitos kemacetan yang ada di tugu Tani itu ada hubungannya sama si tugu tani itu?"
"Ah paling bohong.." ujar Kayla.
"Kan udah dibilang, 'namanya juga mitos..'"
"OK. Emang apa hubungannya?" Kayla penasaran.
"Soalnya Pak Tani sama Bu Taninya lagi berantem. Jadi banyak yang nonton deh." Dodo tersenyum.
"Ih, males.." Kayla mengulum senyumnya. Mencoba sebisa mungkin tidak terlihat oleh Dodo.

Dodo menghampiri Kayla. Tapi Kayla sudah beranjak lagi dari diorama yang satu ke diorama lain. Dodo mulai tersadar bahwa Kayla sedang menghindar darinya.

"Kenapa juga musti berantem?" Kayla iseng menimpali.
"Soalnya Bu Tani pengen kembali ke Desa, tapi ga bisa, karena di sekitar tugu itu ada tulisan DILARANG MENGINJAK RUMPUT".

Kayla tertawa. Kali ini dia sudah tidak tahan lagi.
Dodo tersenyum. Tapi ia tidak berani mengejar Kayla lagi.

"Kamu tau ga Patung Pizza?" kali ini Kayla yang bertanya.
"Yang mana yah?"
"Itu yang di Bundaran Senayan" Kayla menjelaskan. Ia menghampiri Dodo. Dodo kaget.
"Kenapa tampangnya si patung marah?" Kayla bertanya.

Kali ini Dodo yang pergi meninggalkan Kayla. Ia berpikir keras tapi tak menemukan jawaban yang masuk akal maupun tidak masuk akal.

Dodo membalikkan badannya. "Kenapa?"
Kayla tersenyum. "Soalnya dia bingung, mau nutupin celananya yang robek-robek, tapi repot megang mangkok api".
Dodo tertawa. "Ih, cantik2 koq ngeres sih?"
"Yeeeee..." Kayla tertawa.

"Satu yang pasti, Kay. Semua tugu itu dibuat ga maen-maen. Semua tugu, mulai dari Tugu Dirgantara di Pancoran sampai Tugu Selamat Datang di bunderan HI, semuanya indah. Kayak yang satu ini." Dodo memandang ke depan.

Kayla penasaran, dari tempatnya ia tidak bisa melihat tugu yang dimaksud oleh Dodo. Ia menghampiri Dodo, tapi Dodo sudah beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Ia berdiri persis di tempat Dodo memandang, tapi yang dilihat hanya sebuah cermin.

Dirinya, ya salah satu tugu indah itu adalah dirinya. Kayla tersenyum, kemudian berlari mengejar Dodo..

Episode 14: Kayla

"Mas Bisma?" ada secercah sinar ceria muncul dari wajahnya

Ega dan Dodo sama-sama kaget.

"Kenal dia?" Ega bertanya.
"Iya. Dia adiknya temen gw."

Dalam skenario yang tak diduga, Kayla langsung saja memeluk Yaka. Happ..

"Aku dijambret mas, untung aku ketemu Mas Bisma.." ujarnya dengan suara yang sedikit gemetar.

Yaka terkejut. Ega juga terkejut. Dodo terkejut juga deh..

"Eh.. iya.. iya. Tenang, nanti mas anterin ke rumah." Yaka mencoba melepaskan pelukan perempuan itu. "Tapi nanti yah, soalnya aku lagi nganterin temen aku jalan-jalan di sini".

"Kita bisa jalan lain kali koq." Ega mencoba mengalah. Namun nada ketus terdengar di dalamnya.
"Tapi, Ga. Tiketnya kan dah gw beli.."
"Eh ga papa, mbak.. Aku tunggu aja. Aku juga udah ga ada keperluan apa-apa koq." Kayla menjulurkan tangannya. "Oh ya, kita belum kenalan. Aku Kayla"
Ega menggenggam tangan Kayla erat. "Ega." Ia mencoba tersenyum.

Kali ini Kayla menjulurkan tangannya ke Dodo.
"Kayla.."
"Ridho"
"Dodo!!" Yaka dan Ega menjawab serempak.
"Ridho.."
"Dodo!!"
"Iye deh.. Ridho Sudodo"

Semua terbahak dan ketegangan yang tadi terasa sedikit mencair. Akhirnya mereka memutuskan untuk jalan-jalan terlebih dahulu, dan pulangnya akan mengantarkan Kayla ke rumah.
-**-

Episode 13: Jambret!!!

"Ga!! Kenapa?" Dodo berteriak.

Ega shock. Dodo tidak berpikir panjang lagi. Langsung saja ia berlari mengejar penjambret itu.

Apes banget si gw..
Ega meraba tangannya yang masih gemetar.
Lho.. Tas gw masih ada ko??Ega mencoba melihat dengan jelas. Dan benar tas jinjing itu masih melingkar di tangannya.

Ia menoleh ke kanan kiri, mencari asal jeritan tadi.

"Hff.. hff.. Shho rhi Gha. Guhh weh ghha ku wath.." Dodo kembali dengan terengah. Bulir-bulir keringat besar nampak di wajahnya.
"Bukan.. bukan gw Do.."
"Loh?" Dodo mencoba melihat dengan seksama. Benar. Bukan tas Ega. Lantas siapa?

Ia menoleh ke kanan kiri, mencari wanita malang itu.

Tak jauh darinya, tampak seorang perempuan muda yang sudah terduduk di lantai. Tertunduk dalam diam.

Ega dan Dodo berlari menghampirinya.

"Mbak ga papa kan?" tanya Ega. Naluri perempuannya merasakan kalo perempuan ini begitu takut.
"Ehm.. eh.. ga papa" perempuan itu tersadar dalam diamnya.

"Sabar yah mbak. Maaf tadi saya ga bisa ngejar" Dodo merasa bersalah.
"Kalo gitu kita minum dulu yuk.." Ega mencoba mengambil suatu keputusan. Menenangkan hati yang gelisah.

Perempuan itu berdiri. Ia tidak banyak bicara. Mungkin masih shock dengan kejadian yang baru saja dialaminya.

Loh.. Ini kan si....

Dodo melihatnya. Ia merasa pernah melihat wajah itu.

Ah udahlah.....

Mereka bertiga menepi menuju pedagang teh botol yang ada di sana. Tidak pernah terbayangkan oleh Ega hari ini harus menghadapi hal seperti ini. Hari pertamanya menikmati kota Jakarta. Hari pertama pula ia reguk kejamnya hidup di kota yang dirindukannya.

"Ini minum dulu, mbak.."
"Makasih yah mbak, mas. Saya tadi shock aja. " perempuan itu sudah mulai dapat mengatur emosinya.
Ega mengelus pundaknya, "Ga papa koq mbak. Kalo saya yang kena, pasti saya juga kayak gini." Ega melihat Yaka di kejauhan "Oiii Ka!!!" Ia melambai, memberi tanda.
"Lebih lagi mbak, kalo dia sampe nangis ngesot-ngesot di lantai" Dodo mencoba becanda. Perempuan itu tersenyum.
"Sialan lo, Do!"

Sayangnya keceriaan di wajah perempuan itu tidak berlangsung lama. "Ehm.. maaf.. saya boleh ehm.. pinjam uang?" suaranya tergugup. "Untuk ongkos pulang.." Sepertinya ia tidak enak untuk meminjam uang pada orang yang baru saja dikenalnya.

Yaka sampai menghampiri mereka.

"Loh?? Kayla???"


-**-

Friday, February 09, 2007

Episode 12: Plesir

"Iya.. iya.. besok pagi aku ke tempatmu."
Mau kujemput?
"Ga usah, kayak anak kecil ajah"
Ok deh. Take care, honey.
"OK. Love you.."

click!

Mobil itu sudah melaju di lengangnya jalan Jakarta pada akhir pekan.

"Ciieh absen nih pagi-pagi.." Dodo menyindir gadis yang duduk di belakangnya. Siapa lagi? Ega tentunya.
"Makanya cari pacar dong, Do... biar ada yang ngabsenin.." Ega balas meledek.
"Males ah.. Gw pan paling muda di sini. Ga boleh ngelangkain.. pamali.." Edo menatap sahabatnya yang tengah berkonsentrasi mengendalikan kemudi supaya balik jalannya hei..
Sejenak suasana diam.

"Siapa? Gw?" Yaka menoleh sekejap.
"Kagak. Itu si Rano Karno. Ya elo lah.. dodol!!!"
Yaka tertawa. Ia menatap spion tengah mobilnya. Menangkap wajah ayu yang sedang terkekeh di belakang. " Gw nunggu janda aja kali yah.. Lebih enak"

Ada perasaan tak enak yang muncul di wajah Ega.
"Sarap lo ka.. Demen koq sama barang seken" Dodo tertawa.. "Siapa nih? Dessy Ratnasari, atau Laila Sari?
Semuanya terbahak. Tanpa disadari mereka sudah sampai ke tempat tujuan.

"Monas??" Dodo dan Ega sama-sama terperanjat.
"Yup. Emangnya kenapa? Gengsi sama monas?" Yaka bertanya
"Engga si ka.. Cuman kan gw juga udah tau yang namanya monas." Ega mencoba menjelaskan. "Kenapa ga ke itu aja sih... ehm.. Taman Anggrek yah? Kan lebih romantis.." Ega mengerling genit..
"Hah?" Dodo kaget. "Itu mall loh Ga"
Ega ga kalah terkejut.. "Ealah.. mall tho. Gw pikir taman bunga. Pantes agak2 heran aja, gimana bisa tuh taman muncul di Jakarta"
"Udahlah.. Yuk turun.." Yaka mencoba menyudahi perdebatan itu.

Mereka turun dari mobil. Ega mencoba mengamati sekeliling. Mencari perbedaan Monas masa kini dengan monas yang ditinggalkannya tujuh tahun yang lalu. Banyak juga. Setidaknya air mancur yang bergerak-gerak itu dulu belum ada.

"Aih.... lucu banget kijangnya.." Ega terpana melihat kawanan kijang.
"Yoi. Diboyong dari Bogor noh." Dodo mencoba menjelaskan.
Ega berputar layaknya balerina. Yaka yang baru saja datang, menghampirinya.

"Itu yang namanya Busway?" Ega menunjuk sebuah bus di luar Monas yang berjalan mengikuti sebuah jalur.
"Yes." Yaka menyahut. "Kebanggaan Jakarta". Dia mengedipkan matanya. "Lo tunggu di sini dulu yah. Mau beli tiket"

Yaka berjalan meninggalkan Ega ketika Dodo menghampirinya. "Kagak lagi Ga, kebanggaan Gubernur Jakarta," gantian Dodo yang berkedip.
Ega tersenyum. Tak peduli. Kebanggaan Jakarta atau Gubernurnya, yang jelas ia amat merindukan kotanya ini.

DUK!
"Aduh!!!" Ega terkejut. Badannya terhuyung karena tertabrak oleh sesuatu.
"Jambreeet!!!!"

-**-

Episode 11: 7:30

Tok tok tok!

Dubrak!

"Masya Allah, ada mesin giling nabrak!" Ega berteriak kaget. Mimpi apa dia semalam diseruduk sing baurekso di kamarnya sendiri.
"Uugh.. Tuh salahin artis kita, ga!" Dodo menggerutu. "Sepagi ini, gw udah diciduk buat ke sini."
Dodo terhuyung, hingga ia membantingkan tubuhnya di kasur. Tak lama kemudian, Yaka muncul.

"Ngapain sih, Ka?" Ega bertanya terheran.
"Gak tau apa, jam segini gw harusnya masih mimpiin Nova Eliza" Dodo masih saja menggerutu.
Ega tersenyum geli melihat sahabatnya yang besar itu. Serta merta di-"smackdown"-nya Dodo, dan dicubitnya kedua pipi tembem itu.

"Jam berapa chubby? Jam setengah lapan nih.. Malu sama Ayam!" Ega tertawa kecil. Ia berbaring di sebelah Dodo. Yaka pun menyusul berbaring di sampingnya.
Dodo masih membela diri . "Harusnya ayam yang malu lagi. Lah pagi-pagi ga pake baju udah teriak-teriak.." sahutnya, sambil membenamkan muka di antara bantal-bantal.

Yang lainnya tertawa.
"Udah lama kita gak begini yah?" Yaka merasakan kembali kenangan 7 tahun yang lalu. Kenangan saat mereka masih sama-sama dibangku SMA.
"Ho oh. Eh.. tapi bilang dong, ada apaan sih, pagi-pagi dah pada ngungsi ke sini?" Ega memandang Yaka penasaran.
"Kangen," Yaka mencoba untuk menatap perempuan disampingnya itu lebih dalam.
"ABCD," Ega membalikkan badannya.

Suasana menjadi hening.

"Gw pengen ngajak lo jalan-jalan keliling Jakarta. Kan lo udah lama ga balik." Yaka mencoba memecah kesunyian.
Ega bangun dari tidurnya. "Wah asik tuh. Mau kemana kita?"

Yaka tersenyum. "Pokoknya ada deh.. Yang penting mandi dulu sanah.."
"Enak aja.. udah kalii.."
"Koq masih bau?" Yaka mengendus-endus. Mencari asal bau kecut itu.

Keduanya berteriak.. "Dodo!!!!!"

Tidak ada jawaban.

Keduanya berteriak.. "Dodo!!!!!"

"Grroook"

Tidak ada ampun lagi. Mereka menyeret Dodo dengan paksa. Dan akhirnya, secara kompak dan sukses, mereka berhasil menggiring Dodo ke kamar mandi.

"Gila tuh anak pagi-pagi udah ngajakin angkat beban," napas Ega terputus-putus. Rasanya habis mengangkut 5 karung beras bolak balik.
"Hhhh. hhh.. Punya dua orang lagi temen kayak gitu, Ga, wah ga sanggup deh" balas Yaka. Bulir-bulir keringat mulai nampak di dahinya. "Tissue dong.."

"Tuh.." Ega menunjuk dengan kepalanya. Tangannya sibuk menepuk-nepuk mukanya dengan bedak. "By the way, ka, ga syuting?"
"Nope, minggu libur"
Ega menghentikan kegiatannya dan berbalik. "Ga malem mingguan nih?" alisnya terangkat seolah menggoda. Kemudian ia kembali lagi ke urusan bedaknya.

"Pacar maksudnya?" tanya Yaka.
Ega mengangguk.

"Susah carinya Ga"
"Koq?" kali ini Ega memoles bibirnya dengan lip gloss.. "Lo kan artis. Seharusnya jadi simple buat lo"
"Kebalik. Malah susah dong." Yaka duduk di ranjang, tidak jauh dari meja rias Ega. "Mana yang bener-bener suka karena seorang Rayaka Untara. Bukan Bisma Rakaya?"
Dia..... bener-bener berubah..

Ega menggeret laci mejanya. Mengeluarkan seluruh koleksi aksesorisnya.
"Emang lo pengen yang kayak apa?" ia mulai memantas-mantaskan aksesoris dengan dirinya di depan cermin itu.

"Hmm.. apa yah? Ga tau juga. Masalah chemistry sih." Yaka menghampiri sahabatnya itu. "Yang jelas, kalo gw udah merasa beruntung banget mendapatkan dia sebagai teman hidup, itulah jodoh gw".
Ega tercenung.

"Pake ini aja. Cantik," Yaka memungut satu aksesoris.
"Eh, kenapa kemaren langsung sign off?" tanyanya sambil memasangkan aksesoris itu di leher jenjang Ega.

"Eh.. ehm.. tiba-tiba mati lampu" suara Ega tergetar..
"Oh.. Dah, selesai. Tuh kan cantik.." Yaka selesai memasangkannya. "Namanya apa si?"
Ega diam sejenak. Dia tersenyum.
Bener-bener ga berubah


"Jamrud," mukanya bersemu merah.

Yaka menunduk, mendekatkan bibirnya ke telinga perempuan cantik yang duduk di depannya
"Emerald...."

-**-

Friday, January 19, 2007

Episode 10: Chat

Ruangan itu remang-remang sunyi. Hanya ada suara ketikan keyboard yang menciptakan musik lincah di keheningan malam. Yaka sedang asyik dengan dunianya, ketika tiba-tiba sebuah YahooID menghangatkan dinginnya sepi. ID baru, namun terdengar tak asing baginya. emerald_ega.

--------------------------------------------
b1zm4r4y4k4: ini Ega?
emerald_ega: Siapa lagi..?
b1zm4r4y4k4: Hehehehe.. :P Koq lo tau YM gw?
emerald_ega: Elo gitu loh ka..
emerald_ega: Siapa si yang gak kenal sama lo?
emerald_ega: Gw tanya aja om gw..
b1zm4r4y4k4: Om..?
b1zm4r4y4k4: Om.. siapa?
emerald_ega: Om Google.. hihihihi :))
b1zm4r4y4k4: Halah!
emerald_ega: bismarayaka.blogspot.com
emerald_ega: ciiehh.. artis nih...
b1zm4r4y4k4: Hehehehehe...
b1zm4r4y4k4: Jadi malu nih
emerald_ega: Koq lo ga cerita si??
b1zm4r4y4k4: Sama kan kayak lo.
b1zm4r4y4k4: Gak cerita soal rencana lo itu..
b1zm4r4y4k4: Nikah
b1zm4r4y4k4: Ga?
b1zm4r4y4k4: Halo?
b1zm4r4y4k4: BUZZ
emerald_ega: Jadi ngebales ni??
emerald_ega: Huuu... Satu sama deh..
emerald_ega: Weeeks
b1zm4r4y4k4: Hahahaha... :))
b1zm4r4y4k4: Eh, ga tidur?
emerald_ega: Belum ngantuk..
b1zm4r4y4k4: Biasanya orang habis naik pesawat jet lag..
emerald_ega: Ah ga juga, biasa aja lagi
emerald_ega: :P
b1zm4r4y4k4: Iya deh...
emerald_ega: Ka.. ka..
b1zm4r4y4k4: Ga.. ga...
emerald_ega: Apa?
emerald_ega: Kenapa?
b1zm4r4y4k4: Loh, kan tadi manggil, ya dibales manggil lagi lah..
emerald_ega: Ih... dasar!
emerald_ega: Eh..
emerald_ega: Kenapa namanya musti ganti jadi Bisma?
b1zm4r4y4k4: Ehm.. kata manajer gw kurang komersil..
b1zm4r4y4k4: Nyokap gw yang ngusulin nama Bisma
emerald_ega: Padahal Rayaka Untara juga bagus koq ;).
b1zm4r4y4k4: Semoga aja bisa bijak. Ga jadi artis yang celamitan. Hehehehe :D
b1zm4r4y4k4: Eh, masa sih? :-/
emerald_ega: Oh hahahaha.. Iya beneran koq..
b1zm4r4y4k4: Terus lo kenapa juga make emerald?
b1zm4r4y4k4: Di sini yang namanya natasha tuh jadi gadis cantik iklan ponds gitu loh ga..
emerald_ega: Gw suka aja..
emerald_ega: Yeee.. jadi gw jelek nih.. [-)
b1zm4r4y4k4: Engga.. engga.. Makanya lo pake nama natasha aja. Lo kan cantik.
emerald_ega: Maaf ga ada recehan :P
b1zm4r4y4k4: Kita bisa gesek koq Bu.. :D "Di gesek juga bisa.." :P
emerald_ega: IIh Yaka.. Apaan sih?? Emangnya YZME? :P
b1zm4r4y4k4: Eh.. koq tau sih? Emangnya nyampe ke Hongkong beritanya?
b1zm4r4y4k4: Gila banget...!! :-O
emerald_ega: Ya tau lah.. Trio macan aja tau.
emerald_ega: Bokap gitu loh ka.. Kerja di kbri.
emerald_ega: Belum lagi ada internet....
emerald_ega: YZME : Yaka Zaini - Maria Ega kan?
emerald_ega: =))
b1zm4r4y4k4: MALAS!
b1zm4r4y4k4: ABCD
emerald_ega: ABCD? :-/
b1zm4r4y4k4: Belum pernah denger..?
emerald_ega: Belum.. emang apaan?
b1zm4r4y4k4: Aduh Bu' Cape Deh..
emerald_ega: Errr.....
emerald_ega: ABCDEFGH
b1zm4r4y4k4: Hah??
emerald_ega: Aduh Bapak Cape Deh Emang Fenting Gitu Hah??
b1zm4r4y4k4: =))
b1zm4r4y4k4: Lo masih smart aja yah Ga.. :)
emerald_ega: Baru berapa menit udah dua kali lo muji gw..
emerald_ega: Ayo.. sekali lagi dapet payung cantik :P
b1zm4r4y4k4: Hahahahahah :))
b1zm4r4y4k4: Eh, pertanyaan gw belum di jawab tuh..
emerald_ega: Yang mana?
b1zm4r4y4k4: Kenapa emerald?
b1zm4r4y4k4: Kayak telenovela aja
b1zm4r4y4k4: Esmeralda.. Hihihihi :D
emerald_ega: Loh.. kan udah di jawab.. Gw suka aja.
b1zm4r4y4k4: Oh iya yah.. :P
emerald_ega: Emerald artinya jamrud.
emerald_ega: Cantik. :)
emerald_ega: Indonesia aja dinamakan jamrud khatulistiwa.
b1zm4r4y4k4: Oh...
b1zm4r4y4k4: Iya..
b1zm4r4y4k4: Jamrud itu permata yang indah..
b1zm4r4y4k4: Tapi lebih indah lagi kalo dia diubah jadi perhiasan..
b1zm4r4y4k4: Menjadikan orang yang mengenakannya tampak cantik menawan.
b1zm4r4y4k4: Begitu juga elo..
b1zm4r4y4k4: Orang yang mendapatkan elo
b1zm4r4y4k4: Seperti orang yang mengenakan perhiasan bertahtakan jamrud.
b1zm4r4y4k4: Dewo beruntung memiliki elo.. ;)

emerald_ega is sign off


-**-

Thursday, January 11, 2007

Episode 9: I Want You Back

"Egaaa!! Ya ampuuun ga!!!" Dodo berteriak. Rasa rindunya memuncak. Ingin rasanya ia memberikan pelukan hangat.

"Hai Do.." Ega tersenyum manis. "EEhh.. eh.. apaan tuh??" Ia menghindari pelukan Dodo, karena melihat sesuatu yang dikenalnya. Sesuatu yang tergenggam di tangan Dodo.

Dodo melihat tangannya. Kemudian membentangkan barang itu di depannya. Barang berwarna merah itu terbuat dari kain, berbentuk dua buah segitiga, dengan tali kecil yang menghubungkan satu segitiga dengan segitiga lainnya.

"G-String Do??!" Yaka berteriak terheran. Mengapa bocah lugu ini mendapatkan barang seperti itu. "Dapet dari mana??"
"Duh! Ini.. punya.. itu.. itu.." Dodo bingung menjelaskannya. Nama perempuan itu saja dia tidak tahu. Dodo berbalik dan berlari. Baru beberapa meter dia berhenti. Percuma untuk kembali. Toh perempuan itu tidak akan menunggu di sana hanya untuk sebuah G-String. Bisa bisa dia dicap sebagai pria dengan kelainan seksual.

Ini toohh yang namanya G-String.

Dikantonginya benda keramat itu dan kembali ke mobil. Di perjalanan, semuanya diceritakan dan semua orang tertawa.

"Jadi, kenapa lo balik Ga?" Dodo bertanya.
"S2 kita udah kelar. Jadi buat apa lagi kita lama-lama di sana?" ujarnya
"Selain itu, kita mempersiapkan pernikahan kita." Dewo mencoba membuka percakapan. Ega hanya tersenyum.
"Heeeee? Nikah?" Dodo dan Yaka terkejut tak percaya.

"O iya, kenalin Do. Ini mas Dewo." Ega mengenalkan pasangannya itu ke Dodo.
"Beneran Ga?" Yaka masih saja ingin mendengar pernyataan itu sekali lagi.
Ega hanya mengangguk. Ia menggamit tangan pasangannya. Mencoba mencari secercah kenyamanan untuk menenangkan hati gelisahnya.

"Aelah Ga. Koq cepet banget sih?" Dodo protes. Berita ini terlalu mengejutkan baginya. "Patah hati deh gw. Elo gimana, Ka?" Dodo berusaha mencari dukungan dari karibnya itu.
Yaka tersenyum. "Iya nih. Koq ga ngasih tau kita dulu sih, Ga?"

Ega diam. Tidak ada alasan yang terlontar dari mulutnya. Digamitnya tangan Dewo lebih erat lagi.
"Tenang masih lama koq. Tujuh bulan lagi." Dewo mencoba menenangkan dua sahabat kekasihnya itu.
"Tujuh bulan mah kagak lama lagi, wo!" Dodo memberikan pandangannya.

Ega tak ingin mendengar, ia hanya ingin menikmati pemandangan Jakarta yang berubah banyak setelah 7 tahun ia tinggalkan. Ia biarkan kekasihnya menyatu bersama timpalan-timpalan, celetukan, dan kata-kata konyol sahabatnya.

Tak lama kemudian mobil itu berhenti di sebuah rumah.
"Udah nyampe. Next destination, rumah Dodo. Kapan-kapan mampir ke rumah gw yah Wo!" Dodo mencoba menirukan suara tante-tante di bus Trans Jakarta.

Pasangan itu beranjak keluar. "Ga mampir?" tanya Ega.
"Besok aja deh. Lo juga masih capek kan?" Yaka mencoba memahami perasaan sahabatnya itu.
"OK deh. Sampai besok dutz". Ega mengelus perut seksi Dodo dan beranjak keluar. "Ati-ati yah Ka," kemudian ia menutup pintu mobil.

"Ega berubah yah Ka?" tanya Dodo.
"Tambah cantik?"
"Bukan, banyak diem aja. Ga kayak dulu." Dodo mencoba menerangkan. Ada sedikit kekecewaan diwajahnya. "Jadi sepi euy,"
"Ah, lagi capek kali Do," Yaka mencoba menghibur sahabatnya itu. "Eh setel radio aja biar ga sepi.."
"Ho oh"

Mobil itu kemudian meluncur dengan cepat, seiring dengan bunyi musik yang berdentam.
"Ka!!! Ngebut lagi, lo gw kebiri!!!"
"Pssst.. Eh gedein dong Do, radionya.. "

But someone picked you from the bunch
one glance was all it took
Now it's much too late for me to take a second look

Oh baby give me one more chance
Won't you please let me
Oh darlin' I was blind to let you go
But now since I see you in his arms

Yes I do now
Ooh ooh baby
Ya ya ya ya
Na na na na



-**-

Sunday, January 07, 2007

Episode 8: Benda Itu Adalah...

Tangan Dodo digenggam oleh satpam Bandara yang rupanya sedikit enggan mengizinkan Dodo untuk masuk.

”Anu pak.. anu... mmm.. mau jemput orang,” sahut Dodo sambil agak nyengir.
”Anda keluarganya?”
”Bukan pak. Saya...”
”Sodaranya?”
”Bukaan pak, itu saya...”
”Pacarnya?”
”Waah... bukan..bukan pak”
”Anda bukan sopir taksi kan?”
”Bukaaaaaan Paaaak...... Saya sahabatnya”, sahut Dodo rada bete.
”Ooooo bilang dong dari tadi, saya kira supir taksi. Silahkan masuk dik”. Satpam itu cengengesan. Tampangnya puas ngerjain anak yang naif tak berdosa itu.

Dodo pun melangkah ke dalam sambil celingukan lagi.

Di dalam, Dodo melihat puluhan penumpang tengah mengantri untuk mengambil barang bagasinya masing-masing. Beberapa di antara penumpang membawa kereta dorong yang akan dipakai untuk ngangkut koper-koper mereka. Dodo berpikir cepat. Dia langsung celingukan mencari kereta dorong yang belum berpenghuni.

Aduh gak ada yang kosong lagih

Dodo kembali celingak-celinguk. Menjulurkan kepala, toleh kanan dan kiri. Di ujung sana ia melihat apa yang dicarinya.

Bukan, bukan Ega. Melainkan kereta dorong.

Segera saja Dodo menghampiri dan mendorong kereta dorong tersebut (ya iyaalah.. masa dipikul). Dengan berjalan setengah cepat Dodo membawa kereta dorong tersebut.

”Ehh ehh mas!! Itu kereta dorong saya!!” terdengar suara perempuan berteriak.
Fiiu fiiu. Dodo bersiul. Berusaha untuk mengacuhkan suara itu
Tidak mempan. Seorang perempuan keburu menghadangnya.

Hmm.. Cantik. Manis. Seksi? Dodo jarang menilai perempuan dari seksi atau tidaknya. Dia bahkan bingung definisi seksi sendiri itu seperti apa. Yang jelas perempuan dihadapannya begitu memukau bagi Dodo.

Perempuan itu menatap tajam pada Dodo. Seolah berteriak Kembalikan kereta dorongku, hai bedebah! Pria Jalang!

Sontak Dodo mendorong keretanya.

DUGH!

Dalam adegan lambat, kereta itu menabrak koper yang tengah berdiri tegak. Menjatuhkan koper dan menghamburkan isinya ke lantai.

”Yaaa aaampuuuun ...... kooooopeeeer guuuuee....”

Bujuuut. Dodo terkesiap. Tidak disangka tindakannya berakibat buruk. Ingin rasanya dia mengangkat celananya, mencopot sendalnya, agar bisa kabur secepat mungkin. Untung Dodo bukan orang seperti itu. Dia segera ikut membantu perempuan cantik tersebut mengumpulkan isi koper yang berserakan di lantai.

”Aduh maaf mbak, saya ga bermaksud....”
Perempuan itu menoleh, menatap tajam ke arah Dodo, lalu menghela nafas. Kemudian dia melanjutkan lagi mengumpulkan barangnya. Dari wajah perempuan tersebut Dodo dapat melihat kepenatan yang memancar dari tatapan matanya yang sayu, entah karena Dodo atau masalah lain yang sama sekali bukan urusannya.

Panggilan, kepada saudara Dodo.
Kepada saudara Dodo.
Ditunggu temannya di mobil.
Terima kasih.


Dodo tersadar akan tujuannya. Ega, ega dan ega. Dia berdiri. Kemudian kembali jongkok. Berdiri dan jongkok lagi. Perempuan itu melihatnya dengan aneh.

”Udah mas, saya gak pa pa kok”, ujar perempuan itu.
”Ooh.. iya..iya mbak, maaf saya terburu-buru, saya ditunggu teman saya....maaf..tadi saya bener-bener...”. Dodo gugup. Baru sekali ini dia merasa sebersalah ini.
”Iya, ga pa pa kok mas, udah ditunggu temennya kan”

Dodo mengangguk dan segera berlari kecil meninggalkan perempuan itu.

”Dik, pacarnya mana? Gak jadi landing ya? Kok keluarnya sendirian?” Tanya satpam yang tadi sambil cengengesan.
”Bodooooo amat !!!...........”

Dodo tidak peduli. Kesadarannya ia curahkan untuk bertemu Ega secepat mungkin. Yang tidak disadarinya adalah barang bukan miliknya yang masih digenggamnya erat-erat.

Dan barang itu adalah....

-**-

Tuesday, January 02, 2007

Episode 7: Ega

Bener. Yaka.

"Halo..." Yaka mencoba menyapa ramah.

Gak banyak berubah yah...

"Haloo??"
"Eh.. Hai Ka. Masih inget sama gw ga?"
"Hah? Ehmm..." Yaka mencoba mengingat, dimana dia bertemu wanita ini.
"Ega Ka! Natasha Vega!" wanita itu berusaha menjelaskan.

"Ya ampun, Ga! Elo.. elo.."
"Kenapa sama gw?"
"Eh, ga pa pa" Yaka jadi salah tingkah sendiri. 7 tahun berlalu, dan Ega, wanita yang sekarang berdiri di depannya berubah 180 derajat dibandingkan tahun-tahun ketika mereka masih bermain bersama.

"Eh, kenalin ka, ini Dewo". Pria yang digamit oleh Ega itu bernama Dewo. Perkenalan singkat menghasilkan sebuah kesimpulan yang nyata bahwa pria itu merupakan calon suami dari Ega.
"Udah ketemu Dodo?"
"Dodo?" Ega menggelengkan kepala...
"Loh?" Yaka heran. Seharusnya Dodo menemukan mereka lebih dulu.

.......
Panggilan, kepada saudara Dodo.
Kepada saudara Dodo.
Ditunggu temannya di mobil.
Terima kasih.

-**-

Episode 6: Bandara

Ega...!!! Ega...!!!
aduh gw kangen sama lo ga.. Gw pingin ketemu.....

Dodo terus berlari. Tak peduli perutnya yang menggelambir, bergerak ke kanan dan ke kiri. Tujuannya hanya satu. Bertemu sahabatnya secepat mungkin.

"Mampus gw. Yaka!!" sekejap dia melakukan rem mendadak. Cciiiiiittt!!! Ia menoleh ke belakang. Berharap melihat sosok sahabatnya itu berada di belakangnya.
Yap, Yaka masih berada jauuuuh di belakangnya. Lho, tapi koq dia tidak berlari?
Dilihatnya Yaka tengah berjuang melawan gerombolan laron yang mengepung Yaka dari segala penjuru.
“Ya ampun ka, gw doain lo selamet dari gerombolan pens lo itu, ” batin Dodo. Lalu dia berlari lagi.

Akhirnya dia sampai ke kerumunan orang-orang yang sedang menjemput kenalannya sama seperti Dodo. Tapi jelaslah beda. Dodo akan menemui Ega, sahabatnya yang sudah tujuh tahun tidak ditemuinya.

Dodo mulai celingukan dia nyari tanda-tanda bahwa pesawat yang ditunggunya telah mendarat dan mengeluarkan penumpang-penumpangnya. Dodo melihat seorang bapak yang tampak sedang menunggu sesuatu dari dalam bandara.

”Udah lama pak? Pesawatnya udah landing belum ya, Pak? Saya mau jemput sahabat saya nih, Pak.” tanya Dodo sambil senyam-senyum.
Orang yang ditanya menoleh. Tapi tidak ada jawaban. Dilihatnya Dodo dari ujung rambut sampe ke kakinya, kemudian menengok lagi ke arah bandara tanpa mempedulikannya.

Duilee ni bapak sombong bener sih? Ehmm.. apa mungkin gw kurang ramah kali yee??

Orang seperti Dodo pantang menyerah. Ditanyanya sang bapak sekali lagi. Kali ini dengan
penuh senyum ramah dan sopan-santun-gemah-ripah-lohjinawi-(loh?)
”Maap, Pak. Bapak lagi nunggu siapa yah kalo saya boleh tau? Pesawatnya sudah landing belum ya pak?”
Kali ini Dodo berusaha tersenyum semanis mungkin. Biarpun Dodo ini gak ganteng tapi senyumnya itu bisa dibilang manis banget. Tulus dari hati gitu. Bapak itu menoleh sekali lagi namun kali ini tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Tetap tanpa suara.

Beberapa saat kemudian dari dalam bandara keluar beberapa penumpang yang baru turun dari pesawat. Secara refleks Dodo dan sang bapak langsung melakukan scanning terhadap para penumpang tersebut.

Ega...Ega...Aduh mana sih. Tak disadari mulutnya komat kamit menyebutkan nama Ega.
"Pak ini bener kan pesawat GA 816 dari Hongkong?" Dodo mulai tidak sabar.
Sang Bapak malah pergi. Dodo terkesiap. Ia melihat sang bapak menghampiri seorang wanita cantik yang tampak sehabis berlibur dari suatu tempat wisata pantai. Gayanya yang stylish sempat memukau mata Dodo yang emang jarang ngeliat cewek cantik dan modis.

Woow.. Nyebut do..
”Taksi neng, Taks. A a’ bawa keun barang na ”, sang Bapak mulai bersuara..
”Halah, Sopir taksi tooh”, Dodo geli sendiri.

Dodo sadar bahwa untuk mencari Ega dari luar pasti agak sulit karena dia harus bersaing dengan supir-supir taksi yang mulai mempraktekkan ilmu marketing-nya masing-masing. Dia pun memutuskan untuk mencoba masuk ke dalam bandara. Setidaknya di dalam lebih luas dan dia bisa memberikan surprise buat Ega.

”Mau kemana dik?” seseorang mencengkeram tangannya.


-**-