Saturday, September 27, 2008

Episode 16: Selamat Datang di Jakarta

Angin berhembus kencang siang itu. Ega mencoba merapikan rambutnya, tapi sia-sia. Ia berhenti sejenak untuk berkonsentrasi dengan rambutnya. Tapi tangan Yaka sudah meraihnya. Ada desir aneh yang terasa saat tangan itu merengkuh tubuhnya. Rasa yang berbeda dengan rasa ketika Dewo memeluknya. Senang, sedih, getir.

Mereka sampai ke suatu tempat dengan sebuah teropong di sana.

"Selamat datang di Jakarta" Yaka tersenyum, mencoba menirukan suara seorang presenter.
Ega tersenyum. Ia meraih teropongnya, melihat keindahan ibukota.

"Keren yah.."
"Ya, walau ga sekeren Hongkong sih". Yaka mencoba merendah.
"Ah sok tau lo.. Kayak pernah ke Hongkong aja.." Ega mengejek. Kemudian kembali ke teropongnya.

"By the way, elo musti ajak Dewo ke sini"
Ega tercekat dan menoleh. Tanpa suara.
"Kalau malam hari berdiri di sini, bermandikan cahaya lampu Jakarta, romantis bukan?"
Ega mulai tertawa kecil. Dia tersenyum. "Kenapa ga kamu aja? Sama itu tuh.. si Kayla" ia mulai menyindir.

Yaka mulai menangkap nada cemburu dari pertanyaan perempuan di depannya ini. "Kayla? Hahahaha.. kamu cemburu yah?"
"Hah?? Sembarangan!!" Ega merengut.
"Kayla itu adiknya lawan main aku di sinetron, Kiki. Mereka hanya hidup berdua. Ayah dan ibunya bercerai, dan mereka memutuskan untuk tidak ikut keduanya." Yaka mencoba menjelaskan.
"Oh ya kalo gitu sama kakaknya lah.." Ega menjawab sekenanya.
Yaka tersadar, perempuan ini benar-benar cemburu. "Lo bener-bener cemburu, Ga."
"Maksudnyaaa?"
"Iya, cemburu. Kiki itu laki ga, Rizki namanya."

Ega tergagap. Buru-buru ia mengalihkan pembicaraan agar semuanya tetap pada tempatnya. Ia sedang tidak ingin bermain dengan perasaannya. "Gw cemburu supaya elo cari pacar, say. Susul gw. Elo kan paling tua diantara kita bertiga. Bayar uang langkahan artis tuh mahal.." Ega mengelus pipi temannya itu. Temannya yang kini bagaikan musuh yang siap mengiris hati. Betapa sulit baginya untuk mengucapkan kalimat itu. Ia berbalik, berharap raut mukanya tidak berubah. Setidaknya tidak terlihat. Tapi keadaan membuatnya bertambah sulit.

"Udah cukup. Ga usah bahas itu lagi. Gw udah ketemu koq sama pujaan hati gw. Putri dalam kastil yang sedang ingin gw selamatkan." tangan itu mulai mendekap Ega dari belakang. Ega hanya bisa diam seribu bahasa. Tak bergerak. Berkaca-kaca.
-**-

No comments: