Thursday, December 30, 2010

Episode 25: 00:00

Yaka memasuki kemudian melempar kunci mobilnya begitu saja ke atas meja. Tak ada hasrat baginya untuk menyalakan lampu untuk kamarnya yang gelap. Bayangan kerai jendela yang tercipta oleh lampu jalan di luar, menjadi satu-satunya sumber cahaya yang ada. Ia memandang ke luar, pikirannya menerawang pada kejadian tadi. Bagaimana ia bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan? Mengapa rasa itu terjadi pada dia dan Ega? Mengapa harus Ega? Mengapa tidak dari dulu saja? Ia mendesah. Tidak ia temukan jawaban itu di sana, di hamparan langit hitam bertaburkan bintang dan bertahtakan rembulan. Ia pandangi rembulan, berharap menemukan bayangan pujaannya di sana.

Hhhh.. Yaka mendesah kembali. “Pusing, pusing,” ia mengeluh dan melemparkan tubuhnya ke ranjang.
“WADAW!!!” terdengar pekikan kencang.
Hah?
“Masya Allah, Ka!!”
Yaka terkejut. Tak lama kemudian ia melihat kepala Dodo tersembul dari balik selimut, sambil mengaduh.
“Sori Do,” Yaka tertawa. “Lagian elo mirip sih sama kasur aer,” ia meledek.
“Ga lucu,” Dodo ngambek.
“Doo ngambek. Iya deh, maap ga sengaja. Gw ga tau elo di situ,“ Yaka mengacak-ngacak rambut sahabatnya. Berharap mendapatkan maaf darinya. “Eh, gw laper nih. Lo mau makan ga?” ia mulai menyogok.

“Engga usah nyogok deh, bikinin cappucino aja,” Dodo mengerti tabiat sahabatnya itu.
“Ya udah,” Yaka pergi menuju dapur.
“Eh Ka,” Dodo memanggil Yaka sebelum menjauh. “Cappucinonya jangan terlalu panas. Sama tambahin indomie dikit. Ga usah pake bawang goreng,”
“Yeee.. dasar gembul,” Yaka mengambil sajadah yang tergeletak di sampingnya dan menyambitnya ke Dodo.

Tak berapa lama, mereka berdua sudah sibuk mengganyang upeti yang dibawa Yaka. Jika saat ini adalah bulan Ramadhan, maka dapat dipastikan mereka sahur terlalu cepat.

“Lagian, elo kesini ngapain Do?” Yaka membuka percakapan. “Lo kayak jelangkung tau ga? Datang tak diundang pulang ogah ku antar. Hahahaaha,” ia kembali meledek.
“Kangen,” Dodo mengerling genit dan mengelus pipi Yaka.
“HIDIH!” Yaka bergidik geli.
“Hehehehehe”, Dodo tertawa cengengesan. “Pengen ngobrol aja si, Ka,” ujarnya malu-malu.

“Wohohohoo.. saudara Ridho. Pria yang jadi ember luber temen-temen tiba-tiba mau ngajak curhat?” Yaka meledek.
“Ngobrol.” sahut Dodo manyun.
“Iya deh. Mau ngobrol apa?”
“Kayla,” raut muka Dodo berubah menjadi serius.
Yaka terkekeh penuh arti. Dodo manyun.
“Oke oke, Do. Lo mau curhat apa?”
Dodo mendelik.
“Iyaaaa.. Ngobrol. Sok sok.. dimulai ceritanya...” Yaka bersiap untuk mendengarkan. Disuapkan lagi mie rebus dari mangkoknya.

Dodo menghembuskan napas perlahan. “Gw bingung sama dia deh, Ka. Dia bisa jadi cewek yang menyenangkan, sesaat kemudian dia jadi cewek yang me... ”
“..nyebalkan??” Yaka melengkapkan kalimat sahabatnya.
“..mbingungkan,” Dodo mengoreksi dan melahap mienya kembali.
“Maksudnya?” Yaka meletakkan sendok di mangkok, berharap mengetahui duduk permasalahan lebih detail lagi.
“Lo tau ga, Ka? Waktu itu pan gw sama dia lagi makan. Terus gw sebagai laki-laki, tengsin dong dibayarin? Iya gak? Jadi gw tawarin buat ngebayarin,”
Yaka mengangguk penuh arti.
“Dia sewot gitu. Padahal kita ngobrol hal-hal yang menyenangkan sebelumnya,” lanjut Dodo. “Terus pas pulang, maksudnya gw mau nganterin dia,”
Yaka mengangguk penuh arti kembali. Kali ini ada sungging senyum di bibirnya.
“Eh.. dia nolak pake bonus marah-marah,” Dodo menuntaskan ceritanya, kemudian menyuapkan mie terakhir ke dalam mulutnya.

Yaka menghabiskan air dalam gelasnya. Setelah itu ia bertanya, “Jadi, elo berdua udah ketemuan ceritanya?” Yaka mencoba untuk tidak mengeluarkan nada-nada yang menggoda.
“Iya. Waktu itu, dia mau bales budi buat artikel tugu-tugu Jakarta yang dimuat di majalah dia,” jelas Dodo.
“Hubungannya?” Yaka bertanya lagi. Ia ingin menggali lebih dalam lagi tentang hubungan Dodo dengan adik sahabatnya.
“Yaaa.. sedikit ada andil gw di dalamnya. Katanya,” Dodo menegaskan kata terakhirnya.
“Berarti wajar doong..” kata Yaka.
“Apanya?”
“Bayarinnya,” jawabnya lagi.
“Ya enggaklah. Di kamus pergaulan cowok karangan gw, dilarang minta bayaran sama cewek, kalo elo ga mau disebut sebagai Pria Bayaran..” Dodo mengeja pada frase terakhir.
Yaka tertawa ngakak. “Masalahnya adalah, kamus lo itu gak dijual bebas di Gramedia,” ia tertawa kembali hingga terbatuk.
Dodo tersenyum keki.

“Gw mau tanya deh Do,” Yaka terbatuk kembali. “Elo suka yah sama dia,”
Dodo mengelak “Weitss jangan bikin tuduhan tanpa fakta dong,”.
“Enggak. Gw mengusung paham presumption of innocence,” jawab Yaka sambil membereskan mangkuknya dan mangkuk Dodo.
“Apaan tuh?”
“Asas praduga tak bersalah,” jawab Yaka singkat sambil mencoba berdiri.
“Sialan loe. Emangnya maling?” Dodo melemparkan bantal ke arah Yaka yang kemudian terhuyung dan terduduk kembali.
“Ya sekarang elo mikir deh. Jarang-jarang elo kayak gini. Seorang cewek bernama Kayla, bisa buat elo yang cuek jadi ngomongin serius gini. Pake perhatiin sikap orang lain lagi?” Yaka berdiri dan berjalan menuju ke dapur.
“Justru karena ga ada cewek yang memperlakukan gw kayak gini!” Dodo membela diri setengah berteriak.

....
Suasana kamar mendadak hening. Dodo seolah berpikir keras.

“Plus,” Yaka kembali ke kamar dan melanjutkan. “Lo sampe punya G-String tu cewek,”
Dodo melemparkan bantal yang kedua ke arah Yaka. “Itu kecelakaan, sapi!!!”
“Nih yah Do, gw kasih tau,” Yaka melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. “Kayla itu sebenernya anak baik lagi. Sopan, manis, dan kritis juga.”
Dodo memindahkan tubuhnya ke atas ranjang, mendekap bantal, dan mendengarkan.
Yaka meneruskan kembali, “Cuman baru-baru ini dia dikhianati sama pacarnya sendiri,”.
“Oh ya??” Dodo membetulkan posisinya, mendengarkan lebih seksama.
Yaka mengangguk. “Kata abangnya begitu. Padahal udah lama pacarannya. Cuman gw ga tau gimana detilnya. Mungkin karena itu dia masih belum bisa ngelupain mantannya, jadi dia agak-agak judes gitu,” lanjut Yaka. “Tapi satu yang pasti Do...” ia mendekati Dodo dengan berbinar. “Lo punya kans yang kuat buat dapetin dia,”
“Ah elah.. Udah ah gw ngantuk” Dodo memasukkan tubuhnya ke dalam selimut dan berbaring.
“Eh tunggu dulu dong, Do.” Yaka mengguncang tubuh Dodo yang memunggunginya. “Jadi lo suka kan sama Kayla? Gw dukung Do..”
Dodo berbalik menghadapnya. “Seperti yang elo bilang, dia anak yang baik. Gw suka sama sifatnya,”
“Kalo cinta?” tanya Yaka penasaran. Dodo menghindar membalikkan badannya kembali. Yaka tidak putus asa, ia mengguncang-guncang Dodo.
“Eh mbul, cinta kagak?” Yaka terus mencoba.
“Sedikiit” jawab Dodo sekenanya.

Yaka tertawa terbahak di samping Dodo yang tengah berjalan menuju gerbang mimpinya. Dodo, dodo. Akhirnya ia bisa menemukan seseorang yang bisa menggetarkan hatinya, mengguncangkan sebagian sel saraf otaknya. Bersahabat dengan Dodo laksana memiliki seorang saudara kembar. Entah kenapa kami dapat jatuh cinta di waktu yang sama. Syukurlah itu bukan wanita yang sama. Semoga saja.
-* *-

No comments: