Thursday, December 30, 2010

Episode 23: Sembilan

Pas. Rasanya angka itu merupakan angka yang istimewa saat ini. Jumlah dentangan yang keluar dari jam besar di sudut ruangan, jumlah pigura yang terpajang di atas televisi, jumlah tuangan kopi yang bolak balik ditawarkan oleh Pak Imron, seolah suatu kebetulan yang disengaja. Satu yang pasti, tokoh kita yang satu ini sedang kurang kerjaan.

“Mau ditambah lagi den kopinya?” suara Pak Imron membuyarkan lamunan tentang ‘the great 9’.
“Oh udah Pak, ga usah. Nanti saya ambil sendiri” ujarnya sambil tersenyum.

Seiring dengan perginya Pak Imron, muncullah seorang wanita paruh baya. Kerutan yang tergores samar di sudut matanya, tidak mengurangi keanggunannya. Wanita itu tersenyum, dan kemudian menuju ke pintu depan. Ia berdecak kesal, seolah menunggu sesuatu yang tak kunjung datang.

“Emangnya kamu ga telpon dulu, Wo?”
“Udah sih Tan, tapi ga aktif. Mungkin baterainya abis,”
Wanita itu duduk disampingnya. “Jangan panggil tante dong,” pintanya menggoda. “Mama aja..,”
“Hehehehe,” Dewo hanya bisa tertawa malu.
“Akhir-akhir ini dia sibuk pergi terus. Sepertinya menyiapkan pernikahan kalian,”

Dewo diam, mendengarkan cerita calon mertuanya ini dengan serius.

“Kasian, Wo. Kamu temenin dong. Kan yang mau nikah kalian berdua,”
Dewo tersenyum, “Ya, semenjak pulang ke Indonesia, kerjaan Dewo cukup banyak, Tan”

Wanita itu mengernyitkan alisnya.
“Eh.. Ma.” Dewo meneruskan. “Lagipula, kita udah sepakat kalo semua konsep pernikahan, terserah Ega aja. Sebagai pihak mempelai pria, saya mendukungnya,”

“Mendukung.. mendukung.. emangnya Pemilu??” suara lembut lainnya memecahkan kekakuan. Ega menghampiri Dewo dan duduk menggelesor disampingnya. Kepalanya disandarkan pada tubuh Dewo yang bidang. Ia tak peduli pada keadaan, yang ia mengerti hanyalah ia kelelahan. Capek mampus..

Sesaat kemudian Yaka datang membawa setumpuk tas belanjaan. Ia tak menyadari kehadiran Dewo di sana.

“Hai, Ka,” Dewo mencoba memulai pembicaraan.
Yaka menoleh, ia terkejut melihat pria itu berada dalam pelukan Ega. Jemari tangan Dewo gemulai mengusap rambut Ega yang kemerahan. Ada raut yang berubah dari wajah Yaka.

“Hei Wo. Pa kabar?” tanya Yaka seraya menenangkan hatinya.
“Baik. Lo gimana?”
“Woo.. artis sibuk dia, Mas. Tiap hari stripping, tiap hari stripping. Lama-lama dia striptease kali,” Ega memotong pembicaraan. Sementara Dewo mengernyitkan senyum mendengarkan penjelasan kekasihnya.

“Enak aja, ada juga nemenin tuan putri nih..” Yaka meninju pelan lengan Ega. “Mau nikah koq kayak mau beli dagangan, banyak nawar. Sadis banget lagi nawarnya.”

Ega mencibir. Mama Ega tersenyum. Yaka sudah ia anggap sebagai anak sendiri. Ia bangga melihatnya mampu melindungi putri semata wayangnya. “Lha terus kamu kapan dong, Ka? Mamamu sering cerita sama Tante, dia kepengen cepet-cepet nimang cucu,”

Yaka memandang Ega sejenak. Ega mengacuhkannya. Ia tersenyum dan kemudian berjalan menuju orang yang merupakan ibu ketiganya, setelah mamanya dan nyak nya si Dodo. Ia memegang kedua tangan wanita itu dengan lembut. “Tante kasih Ega adik perempuan, nanti aku bakal jadi menantu Tante. Biar aku musti ngijon, ga papa deh,” ia mengecup tangan itu. Serentak tawa membahana di ruangan itu.

Bulan semakin meninggi. Yaka berpamit kepada orang-orang yang ada di ruangan itu. Ia berjalan keluar, diiringi oleh Ega yang mengikutinya dari belakang.

“Ka..”
Yaka menoleh. Ia baru saja membuka pintu mobilnya.
“Thanks udah mau nemenin,”
“Koq ngomongnya gitu?”
“Ya ga papa, emang ga boleh?”
“Kesannya gw bakal ga nemenin lo lagi?” ada nada ketus di tanyanya
“Bukannya git..”
“Atau emang udah ga boleh?” ia memotong perkataan Ega yang tampak tak mampu berkata-kata .

....
....
Ega tampak mulai ingin menangis. Yaka buru-buru memegang pipinya dan mengusap matanya yang berair.

“Maaf.. cuman becanda. Gw cuman takut kehilangan elo Ga.”
“Ga akan. Percaya deh.” Ega menggenggam tangan Yaka erat.
“I trust you.” Yaka meletakkan tangan tergenggam itu di dadanya. I Love You. Kalimat yang terakhir ini hanya tercekat di tenggorokan Yaka.

“Ka..”
Yaka membuka kaca mobilnya.
“Take care.”
Yaka mengangguk, tersenyum dan berlalu.

You know it’s true...
Everything I do..
I do it for you.


“Ga...”
“Mas??” Ega terkejut melihat mas Dewo telah ada dibelakangnya.

-**-

No comments: